- Advertisement -

NASIONAL

OPINI

- Advertisement -

Diduga Lalai Dalam Menjalankan Tugas, Kepala Puskesmas Kelurahan Sei Langkai di Somasi

By On Februari 25, 2022

Foto : Istri dari Mardiles Alfon (korban) yang harus kehilangan bayinya, akibat dugaan kelalaian dari petugas medis Puskesmas Sei Langkai.

BATAM, SOROTTUNTAS.COM - Keluarga Mardiles Alfon melalui kuasa hukumnya Konsultan Hukum Dominikus Jawa, SH & rekan, berencana akan melayangkan surat somasi terhadap Kepala Puskesmas Kelurahan Sei Langkai, Yuliardi Arwin, Jumat (25/02/2021).

Adapun surat somasi yang akan dilayangkan oleh kuasa hukum korban (Konsultan Hukum Dominikus Jawa, SH & Rekan) berkaitan dengan dugaan kelalaian dan malapraktik yang diduga dilakukan oleh tenaga kesehatan Puskesmas Kelurahan Sei Langkai, Kecamatan Sagulung, Kota Batam, terhadap pasien, atau istri dari Mardiles Alfon, yang diduga  mengakibatkan kematian terhadap bayi yang dilahirkan oleh pasien (korban) sebagaimana yang tertuang dalam surat somasi.

Kuasa Hukum korban juga menilai, bahwa pihak Puskesmas Kelurahan Sei Langkai tidak memperhatikan dan menerapkan standar kerja dan standar pelayanan sebagimana semestinya. 

Dalam surat somasi yang akan dilayangkan, Kuasa Hukum korban menuangkan 14 butir kronologi yang terjadi terhadap atau yang dialami oleh korban (pasien) di Puskesmas Kelurahan Sei Lekop.

- Pemerikasaan kehamilan bulan pertama pada bulan April 2021 dilakukan  dilakukan di Bidan terdekat, karena saat itu klein kami sedang berada di kampung halaman dalam rangka misi kemanusiaan membawa bantuan  bencana alam yang di Flores timur, NTT.

- Pemeriksaan kehamilan bulan ke dua hingga bulan ke sembilan dilakukan di Puskesmas Kelurahan Sei Langkai.

- Selama 8 kali pemeriksaan kehamilan petugas Puskesmas selalu menyampaikan kepada klien kami bahwa kondisi sehat dan posisinya juga aman sehingga dianjurkan agar proses persalinan dilakukan di Puskesmas saja, dan akan anjuran tersebut klein kami selalu mengikuti arahan dari petugas/tenaga kesehatan pada Puskesmas Sei Langkai.

- Pada tanggal 21 Desember 2021 pukul 04.00 WIB klein kami dan istri sudah mendatangi dan berada di Puskesmas Sei Langkai karena ada keluhan dan tanda-tanda akan melahirkan. Klein kami tiba di Puskesmas tepatnya di ruang IGD kemudian dilayani oleh 2 (dua) orang petugas medis. Petugas medis tersebut melakukan pemeriksaan lalu menyampaikan kepada klien kami bahwa kondisi ibu/istri klein kami masih belum ada bukaan, sehingga petugas menganjurkan kepada klien kami agar melakukan USG ke dokter Nina yang kliniknya di depan RS. Mutiara Aini, Batu Aji. Petugas tersebut menyampaikan juga bahwa klinik USG tersebut buka 24 jam, namun ketika klein kami tiba di klinik tersebut pada pukul 05.00 WIB ternyata klinik dimaksud tutup/dokter Nina tidak ada di tempat.

- Klein kami menunggu selama 30 menit di klinik dokter Nina dimaksud, namun tidak ada tindakan medis yang dapat dilakukan kepada istri klein kami, sehingga pukul 05.30 WIB klein kami memutuskan untuk pulang ke rumah setelah mendapatkan informasi/penyampaian dari petugas klinik USG bahwa baru akan datang pukul 10.00 WIB 

- Pukul 06.00 WIB klein kami tiba di rumah dan beristirahat sejenak.

- Pukul 06.30 WIB klein kami berangkat lagi menuju klinik USG karena perut istri klein kami kembali mengalami rasa sakit seperti sebelumnya.

- Pukul 07.00 WIB klein kami tiba di klinik USG dan pada saat itu istri klein kami sudah merasakan adanya cairan yang keluar meskipun sedikit namun perutnya semakin terasa sakit.

- Pukul 07.30 WIB klein kami beranjak dari klinik ke Puskesmas lagi karena perut istrinya semakin terasa sakit dan pukul 08.00 WIB setibanya di Puskesmas sudah mulai banyak cairan yang keluar dan keadaan fisik istrinya sudah melemah dan tak berdaya lagi.

- Pukul 08.15 WIB karena melihat kondisi istrinya tidak berdaya lagi maka klein kami meminta kepada petugas medis untuk segera menangani istrinya atau memberi rujukan. Setelah mendapatkan surat rujukan yang ditujukan ke RS. AINI, klein kami meminta tolong kepada petugas agar mengantarkan istrinya dengan menggunakan Ambulans karena sudah dalam keadaan yang sangat darurat (emergency) namun sangat disayangkan, jawaban dari petugas Puskesmas Sei Langkai bahwa bensin Ambulans tidak ada atau kosong, jawaban yang lain lagi adalah, "boleh pakai Ambulans tapi prosedurnya berbelit-belit dan lama.

- Pukul 08.30 WIB klein kami memaksa petugas untuk mengantar istrinya ke rumah sakit dan klein kami akan membayar ongkosnya, akhirnya secara terpaksa para petugas tersebut mengantar istri klein kami dengan mobil pribadi milik salah seorang petugas medis Puskesmas.

- Pukul 09.00 WIB klein kami dan istri tiba di RS AINI, namun setibanya di sana, para petugas medis Puskesmas langsung pulang tanpa pamit setelah menurunkan istri klein kami dari mobil. Akhirnya klein kami seorang diri menggandeng istrinya memasuki ruang IGD RS AINI dan langsung ditangani oleh dokter, dilakukan pemeriksaan kemudian dokter menyampaikan kepada klien kami bahwa detak jantung bayi sudah di bawah 80 dan kemungkinan terburuk sekalipun klein kami harus siap menerima kenyataan karena bayinya sudah keracunan Bani air ketuban selama di Puskesmas dan dalam perjalanan menuju rumah sakit.

- Hal yang sangat disayangkan, petugas Puskesmas tidak ada laporan serah terima pasien kepada RS AINI melainkan kabur/meninggalkan pasien begitu saja. 

- Pukul 09.30 WIB istri klein kami digiring ke ruang persalinan oleh tim medis rumah sakit AINI dan 30 menit kemudian istri klein kami melahirkan secara normal namun posisi letak bayi lintang sehingga bayi keluar dengan kaki terlebih dahulu. Sebelumnya, keterangan dari tenaga kesehatan Puskesmas Sei Langkai, bahwa posisi bayi dalam keadaan baik dan normal, namun faktanya tidak demikian. Sehingga pada saat lahir detak jantung bayinya sangat lemah maka dokter mengambil tindakan cepat dengan segala upaya namun Tuhan berkehendak lain sehingga akhirnya bayi tidak terselamatkan dan meninggal dunia pada pukul 10.30 WIB.

Atas dugaan kelalaian dari petugas medis Puskesmas Sei Langkai,  Kuasa Hukum Mardiles Alfon menilai bahwa perbuatan petugas medis Puskesmas Sei Langkai sudah sangat merugikan kleinnya. 

Sehingga dengan terjadinya peristiwa yang dinilai sangat merugikan kleinnya, Kuasa Hukum Dominikus Jawa, SH, dan rekan menilai pihak Puskesmas Sei Langkai telah melanggar UU Nomor 36 pasal 1 angka 7, pasal 32 angka 1 dan 2 tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri  Kesehatan RI Nomor 43 tahun 2019  Pasal 1 angka 2, Pasal 19 angka 1.

Selain itu Kuasa Hukum korban ( Dominikus Jawa, SH, dan rekan) juga menilai bahwa perbuatan/tindakan petugas medis Puskesmas Sei Langkai juga merupakan suatu kelalaian/kesalahan yang berdasarkan ketentuan Pasal 359 KUHP dapat diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.(Redaksi)


Polres Pelalawan Melakukan Pemusnahan Knalpot Bukan Standar

By On Januari 25, 2022

Wakapolres Pelalawan Kompol RADEN EDI SYAPUTRA, S.Ag pimpin pemusnahan knalpot motor tidak standar.

PELALAWAN, SOROTTUNTAS.COM - Sat lantas Polres Pelalawan kembali melakukan penertiban kendaraan roda dua yang menggunakan knalpot bukan standar (Brong) di kota Pangkalan Kerinci, Selasa (25/1/ 2022).

Bertempat di Mapolres Pelalawan dilakukan pemusnahan barang bukti knalpot bukan standar, yang dipimpin oleh Wakapolres Pelalawan Kompol RADEN EDI SYAPUTRA, S.Ag didampingi oleh Kasat Lantas AKP LILY SURLANI, S.IK, KBO Sat Lantas IPDA R. SINAGA, Kasi Humas AKP EDY HARYANTO, SH, serta dihadiri Tokoh Masyarakat H. T. KAMARUZZAMAN, H. ZULKIFLI, Batin NUAR, H. MAWI, H. SANIMAN dan Tokoh agama, H.SYAMSURI.

Kegiatan tersebut terlaksana sehubungan dengan Operasi Balap Liar dan Knalpot Brong yang dilakukan oleh Sat Lantas Polres Pelalawan pada hari Sabtu (22/1/2022) sekira pukul 22.00 wib s/d 03.00 wib, bertempat di Perkantoran Bhakti Praja Kecamatan Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan,  pada saat Razia Balap Liar dan Knalpot Brong dilaksanakan. 

Dalam Rajia yang dilakukan, Sat Lantas Polres Pelalawan berhasil menjaring sebanyak 61 kendaraan roda dua  yang menggunakan Knalpot Brong.

Pada kesempatan yang sama Waka Polres Pelalawan Kompol Raden Edi Saputra, SAg menyampaikan, giat penertiban Knalpot tidak standar ini akan terus berlanjut di wilayah kota Pangkalan Kerinci. 

Sehingga kota Pangkalan Kerinci  tidak terganggu dengan suara knalpot kendaraan brong yang sangat mengganggu ketenangan masyarakat terutama pada saat masyarakat sedang melaksanakan ibadah.

"Saya mengingatkan kembali kepada masyarakat agar tetap mematuhi peraturan Lalu lintas, sehingga kota Pangkalan Kerinci terasa lebih nyaman dan tentunya tetap mematuhi Protokol Kesehatan. Karena Covid-19 masih belum berakhir," ucapnya.

Di tempat yang sama salah seorang tokoh masyarakat, H.Zulkifli menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi yang setinggi tingginya kepada Polres Pelalawan yang telah bergerak cepat untuk segera menertibkan kegiatan balap liar dan knalpot tidak standar atau Brong, yang selama ini cukup meresahkan masyarakat khususnya di kota Pangkalan Kerinci.

"Semoga penertiban ini dapat terus berlanjut, dan di harapkan undang undang lalu lintas harus benar-benar di tegakkan sehingga ketertiban lalu lintas dapat terwujud di kota Pangkalan Kerinci.

 Sehingga diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat yang belum mematuhi peraturan lalu lintas.

Sehingga ke depan masyarakat akan selalu mematuhi peraturan lalu lintas dengan tidak menggunakan knalpot tidak standar," ujar H.Zulkifli.

Usai Memberikan keterangan di depan masyarakat dan tokoh tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat, kegiatan dilanjutkan dengan pemusnahan barang bukti dengan cara di potong dengan menggunakan mesin gerinda.

Surveillance (Crawling) Bea Cukai Batam Berhasil Gagalkan Peredaran Rokok Ilegal

By On Januari 19, 2022

Bea Cukai Madiun menemukan kembali rokok ilegal sebanyak 40 bungkus rokok jenis SKM isi 20 batang merk “FAJAR BOLD” tanpa dilekati pita cukai 

BATAM, SOROTTUNTAS.COM - Tim Bea Cukai Batam berhasil melakukan cyber surveillance (crawling) bersama Bea Cukai Madiun. Berdasarkan hasil crawling Bea Cukai Batam pada tanggal 11 Januari 2021, Bea Cukai Madiun menemukan kembali rokok ilegal sebanyak 40 bungkus rokok jenis SKM isi 20 batang merk “FAJAR BOLD” tanpa dilekati pita cukai pada Rabu, (12/1).

Selama periode Agustus 2021 hingga 16 Januari 2022, Bea Cukai Batam berhasil melakukan 87 penindakan terhadap barang berupa narkotika, obat-obatan tertentu (OOT), minuman mengandung etil alkohol (MMEA) ilegal, dan rokok ilegal menggunakan metode targeting dan crawling dalam melakukan penindakan. Penindakan tersebut berhasil menangkap sebanyak 311,31 gram narkotika, 800 butir OOT, 47.350 ml MMEA Ilegal dan 177.960 batang rokok Ilegal.

Rincian jenis barang hasil penindakan terhadap narkotika, OOT, MMEA ilegal, dan rokok ilegal adalah sebagai berikut:

  1. Synthetic Cannabinoid: 309,2 gram
  2. MDMB-4en-PINACA(Bibit): 2,11 gram
  3. Tramadol HCI: 630 butir
  4. Aprozoam: 20 butir
  5. Clonazepam: 50 butir
  6. Trihexyphenidyl: 100 Butir
  7. MMEA Ilegal: 78 botol @600ml
  8. HT Ilegal: 177.960 batang

Lokasi penindakan tersebut bervariasi ya, mulai dari bandara, pelabuhan, laut, tempat penimbunan sementara, hingga via barang kiriman berhasil kami tangkap,” jelas Kepala Seksi Layanan Informasi Bea dan Cukai Batam, Undani.

Penyelundupan narkotika dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 114 ayat (2) dan/atau Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) dengan ancaman pidana mati/ penjara seumur hidup, atau paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda maksimum Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

“Terhadap pelanggaran MMEA dan rokok ilegal tentunya ditindaklanjuti sesuai dengan pasal 54 dan 56 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai dan pasal 71 ayat 2 huruf (b) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas,” pungkas Undani.

Keberhasilan Bea Cukai Batam dalam mengamankan barang-barang terlarang tersebut merupakan komitmen Bea Cukai Batam untuk melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang berbahaya yang dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat.


PT PKS Diduga Kuasai Ribuan Hektar Lahan Tanpa Izin

By On Januari 16, 2022

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Giat Perduli Lingkungan (DPD GPL) Propinsi Riau Suswanto, S.Sos.

PELALAWAN, SOROTTUNTAS.COM - PT. Persada Karya Sejati yang bergerak di bidang Usaha Hutan Tanaman Industri ( HTI ) diduga kuat kuasai ribuan hektar lahan tanpa izin yang berlokasi di Kelurahan Pelalawan dan Desa Sering, Kecamatan Pelalawan.

Hal tersebut di ungkapkan oleh Ketua Dewan Pimpinan Daerah Giat Perduli Lingkungan (DPD GPL) Propinsi Riau Suswanto, S.Sos, di Pangkalan Kerinci, Minggu. (16/01/22).

Dalam keterangannya Suswanto menjelaskan, bahwa usaha penanaman akasia di lahan tersebut yang diduga dilakukan oleh PT. PKS sudah  berlangsung begitu lama, dan hal tersebut disinyalir bertentangan dengan aturan yang berlaku.

Yang mana dugaan tersebut dikuatkan oleh hasil ploting titik kordinat yang dikeluarkan oleh Badan Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Propinsi Riau dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pelalawan, bahwa status lahan tersebut merupakan Areal Penggunaan Lain atau APL. 

"Sesuai aturan yang berlaku di lokasi lahan tersebut tidak di izinkan untuk melakukan aktifitas penanaman hutan tanaman industri. Namun fakta yang terjadi di lapangan pihak perusahaan justru melakukan kegiatan penanaman pohon akasia," ujar Suswanto 

Lebih lanjut Suswanto menjelaskan bawah lahan yang sekarang di kuasai oleh PT. PKS tersebut dulunya merupakan Izin konsesi PT. Langgam Inti Hibrido, ( PT. LIH ) yang  diperuntukkan untuk usaha perkebunan kelapa sawit.

Namum fakta yang terjadi di lapangan lahan eks HGU PT. LIH tersebut sekarang justru dikuasai oleh PT. PKS, dan ditanami dengan tanaman HTI berupa tanaman akasia, yang mana PT. PKS ini merupakan mitra PT. RAPP," imbuhnya.

"Maka dari itu, kami selaku Pengurus GPL Propinsi Riau meminta kepada Pemerintah maupun penegak hukum, agar melakukan upaya penegakan hukum kepada Perusahaan PT PKS.

Jangan sampai terkesan hukum itu hanya berlaku kepada rakyat kecil dan tumpul saat berhadapan dengan para pengusaha," pungkasnya.

Kata Suswanto lagi, dalam waktu dekat ini pengurus DPD GPL Provinsi Riau akan melaporkan perusahaan PT PKS kepada penegak hukum atas dugaan  penguasaan lahan tampa izin tersebut.

"Iya, dalam waktu dekat ini Pengurus DPD GPL Propinsi Riau akan melaporkan perusahaan PT PKS kepada penegak hukum atas dugaan penguasaan lahan tanpa izin di lokasi lahan tersebut.

Sehingga bisa dibuktikan apakah usaha yang mereka lakukan itu merupakan usaha legal atau ilegal," ucap Suswanto mengakhiri.

Liputan : Pranseda

Editor : Lukman Simanjuntak

Tiba di Gedung KPK Usai Terkena OTT Walikota Bekasi Rahmat Effendi Jalani Pemeriksaan

By On Januari 06, 2022

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan Walikota Bekasi

JAKARTA, SOROTTUNTAS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan Walikota Bekasi, Rahmat Effendi untuk menjalani pemeriksaan usai operasi tangkap tangan di wilayah Bekasi Jawa Barat di gedung KPK, Rabu 5 Januari 2022.

Rahmat Effendi tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 22.50 WIB menggunakan kemeja warna hijau lengan panjang  dengan rompi warna biru tua.

Walikota Bekasi sempat disambut oleh pengacaranya dan terlihat menerima semacam lipatan kertas berwarna putih. 

Kemudian Pepen langsung masuk ke gedung KPK menjalani pemeriksaan, saat media sorottuntas.com menanyakan perihal penangkapannya, Pepen enggan berkomentar.

Ketua KPK, Firli Bahuri membenarkan KPK telah menggelar OTT di Kota Bekasi.

"Betul ada tangkap tangan di Bekasi, kita masih bekerja. Tolong bersabar, beri waktu untuk kami bekerja," jelas Firli.

KPK meminta semua elemen masyarakat bersabar menunggu hasil pemeriksaan Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Tim penyidik KPK memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan sikap dari hasil pemeriksaan yang masih berlangsung saat ini, kemudian perkembangan akan di sampaikan lebih lanjut secara transparan," jelasnya.

Liputan : Adelyna Yunianti

Editor : Lukman Simanjuntak


Pemugaran Pemukiman Kumuh Senilai 12 Miliar di Kelurahan Sei Lekop, Batam, Sudah Seharusnya Mendapat Atensi Dari Pihak Penegakan Hukum

By On Desember 11, 2021

Plang kegiatan Progam Pemugaran Pemukiman Kumuh Senilai Rp 12 M di Kelurahan Sei Lekop, Batam. (Foto: Lukman Simanjuntak)

BATAM, SOROTTUNTAS.COM - Progam Pemugaran Pemukiman Kumuh Senilai Rp 12 M di Kelurahan Sei Lekop, Batam, patut menjadi atensi dari banyak pihak, terutama dari aparat penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaan, dan juga Lembaga Pemberantasan Korupsi.

Pasalnya Program Pemugaran Pemukiman Kumuh di Kelurahan Sei Lekop, Kecamatan Sagulung, Kota Batam, yang menggunakan anggaran, Rp 12 Miliar lebih tersebut, dinilai ada banyak kejanggalan sejak dari awal perencanaan, hingga sampai kepada tahap pelaksanaan pengerjaan.

Berdasarkan penuturan dari Kordinator Badan Keswadayaan Masyarakat Kelurahan Sei Lekop, Zainal Arifin kepada wartawan beberapa waktu lalu, diketahui pengusulan Program Pemugaran Pemukiman Kumuh di Kelurahan Sei Lekop, Kecamatan Sagulung, Kota Batam tersebut bermula dari usulan Badan Keswadayaan Masyarakat Kelurahan Sei Lekop.

"Pada prinsipnya begini, semua usulan yang masuk dalam program KOTAKU itu lahir dari BKM, dimana BKM diminta untuk menghimpun data yang masuk dalam kota kumuh yang ada di Kelurahan Sei Lekop.

Maka waktu itu kita masukkan beberapa titik wilayah yang bersambung dari beberapa RW, sehingga mencapai total kawasan kumuh Sei Lekop itu diestimasikan sekitar 88 hektar," jelas Zainal pada Senin (01/11/2021) melalui pesan WhatsApp.

Lanjutnya, "Terkait dari properti milik developer yang masuk dalam kawasan kumuh itu dari awal sudah kita pertanyakan. Karena kita sampaikan kepada tim Kotaku bahwa ini bisnis. Kemudian kata pihak Kotaku, iya, kalau gitu ini kita geser," ucap Zainal Arifin menirukan.

Katanya lagi, "Berlanjut, perkembangan dari program Kotaku yang masuk ke Sei Lekop dalam ruang segala kawasan, maka itu tentu ranah dari Kementerian PUPR dan Satuan Kerja (Satker) Provinsi. Tidak lagi melibatkan BKM Kelurahan.

Disini diketahui berdasarkan keterangan dari Zainal Arifin, Kordinator BKM Kelurahan Sei Lekop tersebut, pihak KOTAKU saat itu sudah berjanji akan menggeser pembangunan dari kawasan bisnis milik pengusaha yang direncanakan.

Namun pada awal pelaksanaan, diduga kawasan bisnis milik pengusaha, atau kawasan perumahan BASIMA RESIDENCE tersebut, tetap dimasukan dalam Detail Engineering Design (DED) KOTAKU di Kelurahan Sei Lekop.

Hal ini diketahui dari keterangan Ketua RT 08 RW 06 Kelurahan Sei Lekop, Faigi Hulu, pada rapat yang dilaksanakan oleh pihak Kelurahan Sei Lekop yang juga dihadiri oleh stakeholder terkait, baik dari tingkat Provinsi Kepri dan juga Kota Batam, pada hari Jumat 05/11/2021.

Menurut Faigi Hulu, bahwa Detail Engineering Design (DED) di Perumahan BASIMA RESIDENCE tersebut mencapai volume pengerjaan sepanjang kurang lebih 466 meter.

Atas adaya upaya berulang yang diduga, atau sengaja mengarahkan pembangunan KOTAKU di Kelurahan Sei Lekop, ke kawasan perumahan milik pengusaha, yakni Perumahan BASIMA RESIDENCE tersebut, menimbulkan dugaan, bahwa pejabat berwenang yang menentukan titik pembangunan KOTAKU di Kelurahan Sei Lekop tersebut tidak memiliki integritas dalam bekerja, dan juga dalam mengemban amanah dan jabatan.

Pasalnya, setelah munculnya protes warga dan juga protes dari beberapa perangkat RT/RW setempat, pihak KOTAKU akhirnya membatalkan pembangunan dalam blok Perumahan milik Developer BASIMA RESIDENCE. 

Hal ini diungkapkan oleh pihak KOTAKU pada kegiatan rapat yang dilaksanakan di ruang kantor Kelurahan Sei Lekop, pada hari Jumat 05/11/2021.

"Perumahan BASIMA RESIDENCE yang dibangun adalah jalan penghubung yang berbeda diantara Kavling Shangrila dengan perumahan BASIMA itu yang dibangun. Untuk yang ada di dalam blok, itu tidak dilaksanakan," ucap pihak KOTAKU.

Namun pernyataan, atau paparan dari pihak KOTAKU ini langsung mendapatkan bantahan dari Ketua RT 08 RW RW 06, Faigi Hulu. 

"Bukan tidak dilaksanakan! Sudah direncanakan tapi tidak dilaksanakan karena sudah ada protes makanya tidak jadi. Bukan tidak dilaksanakan dari awal, sudah diprogramkan, tapi karena ada protes, makanya tidak jadi," saya rasa lebih tepatnya begitu, ucap Faigi Hulu.

Mendapat bantahan dari Faigi Hulu dan juga perangkat lainnya, akhirnya perwakilan dari pihak KOTAKU, meralat pernyataannya.

"Baik Pak, Kegiatan di BASIMA tidak dilaksanakan dan dialihkan ke RT yang belum tertangani dengan melihat hasil identifikasi yang sudah dilakukan," ralat pihak KOTAKU atas protes dari Ketua RT Faigi Hulu.

Berdasarkan hasil dan bukti-bukti serta pernyataan dari Kordinator BKM Kelurahan Sei Lekop, Zainal Arifin, dan juga keterangan dari Faigi Hulu, serta pengakuan dari pihak KOTAKU, mengindikasikan bahwa rencana mengarahkan pembangunan di Perumahan BASIMA RESIDENCE, bukan isapan jempol semata, dan patut menjadi atensi oleh para aparat penegak hukum.

Karena dari runutan awal perencanaan, dan pelaksanaan, hingga kepada pembatalan yang dilakukan, dapat diindentifikasi atau diduga sebagai sebuah perbuatan atau tindakan yang diduga sudah direncanakan (Poging).

Sementara Dalam Hukum Pidana di Indonesia, suatu percobaan (Poging) merupakan delik yang belum selesai atau belum sempurna sebagai suatu tindak pidana. 

Dikuti dari website ejournal.unsraf.ac.id, menjelaskan, bahwa Pasal 53 KUHP menyatakan “percobaan untuk melakukan kejahatan terancam hukuman, bila maksud si pembuat sudah nyata dengan dimulainya perbuatan itu dan perbuatan itu tidak jadi sampai selesai hanyalah lantaran hal yang tidak tergantung dari kemauannya sendiri. 

Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara tegas dan jelas menyatakan delik percobaan dalam frasa menjanjikan yang jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 53 KUHP maka delik itu belum selesai atau belum sempurna.

Sedangkan pada tindak pidana korupsi tidak diperlukan pembuktiannya apakah janji yang terucap bahkan tertulis terwujud atau tidak, sudah merupakan percobaan melakukan tindak pidana korupsi, dan dapat dipidana.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep percobaan (poging) yang diatur dalam Pasal 53 KUHP dan Pasal 54 KUHP memiliki suatu karakteristik yang berbeda dengan percobaan melakukan tindak pidana korupsi, oleh karena menurut Pasal 54 KUHP disebutkan, percobaan melakukan tindak pidana tidak di pidana. 

Konsep percobaan melakukan tindak pidana korupsi justru dapat dipidana, oleh karena latar belakang, konsep-konsep yang dianut dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia membutuhkan penanganannya secara khusus, bahkan tindak pidana korupsi telah dijadikan sebagai kejahatan luar biasa/extra ordinary crimes) di Indonesia. 

Penulis : Lukman Simanjuntak

Editor : Hendrik Restu F

Menagih Komitmen Penegakan Hukum Terhadap Skandal Impor Garam dan Mesin Kapal Tahun 2017

By On Desember 10, 2021

 

Rusdianto Samawa, Sala satu Pendiri LBH Nelayan Indonesia

SOROTTUNTAS.COM - Pada hari Antikorupsi sedunia yang diperingati setiap tanggal 9 Desember setiap tahunnya, mendapat penilaian tersendiri dari Rusdianto Samawa, salah seorang Pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nelayan Indonesia.

Dirinya menilai bahwa pola penegakan hukum terhadap berbagai kasus korupsi terutama di sektor kelautan dan perikanan, masih jauh dari apa yang diharapkan, bahkan menurutnya masih sangat buruk.

Hal ini diungkapkannya melalui tulisannya yang dikirimkannya ke redaksi media sorottuntas.com, pada hari Jumat (10/12/2021).

Ia mendorong lembaga antikorupsi (KPK) untuk memeriksa pejabat - pejabat yang terlibat dalam seluruh kasus yang ada, terutama terkait skandal impor garam dan mesin kapal tahun 2017 lalu.

"Pola penegakan hukum terhadap berbagai kasus korupsi sektor Kelautan dan Perikanan masih buruk. Hal ini berdampak pada melemahnya upaya memenuhi unsur keadilan dalam konstitusi negara. 

Ada banyak hasil eksaminasi (uji publik) dalam proses penanganan tindak pidana korupsi sektor kelautan dan perikanan era menteri KKP 1999 - 2021 ini.

Masyarakat belum terpuaskan dengan kinerja penegakan hukum disektor Kelautan dan Perikanan. 

Belum memenuhi dan memuaskan rasa keadilan bagi masyarakat: perikanan, nelayan, dan pesisir. 

Mendorong KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk memeriksa pejabat - pejabat yang terlibat dalam seluruh kasus yang ada. 

Jangan biarkan pejabat tersebut, yang dalam masa tugasnya pemberi kuasa anggaran proyek program.

Ingat skandal garam Impor, dimana KKP waktu itu menyetujui penandatanganan rekomendasi impor garam konsumsi. 

Penandatanganan itu dilakukan karena berbedanya angka impor garam yang disepakati antar Kementerian 226.124 ton, sebelumnya hanya menyetujui impor 75.000 ton. 

Kasus ini terjadi tahun 2017 lalu, hingga kini belum selesai perkaranya. 

Pada prinsipnya, impor dengan tujuan memenuhi kebutuhan rumah tangga, namun penambahannya diketahui untuk industri. Sehingga ada selisih jumlah dan anggaran yang di duga merugikan negara. 

Garam impor tersebut, untuk konsumsi, tetapi masuk ke Indonesia dipindahkan menjadi bahan baku. Garam tersebut masuk melalui tiga pelabuhan, yakni Tanjung Perak, Surabaya; Ciwandan, Cilegon; dan Belawan, Sumatra Utara. Untuk waktu masuk Indonesia diserahkan kepada PT. Garam sebagai perusahaan BUMN.

Langkah PT. Garam melakukan impor tentu atas persetujuan dan rekomendasi dari KKP. Sehingga menjadi dasar bagi PT Garam untuk meminta surat persetujuan impor kepada Kementerian Perdagangan. 

Atas jumlah penetapan kuota impor garam konsumsi paling banyak 226.124 ton pada 2017 lalu. Dalam pelaksanaannya diawasi oleh Satuan Tugas (Satgas) Impor Garam Konsumsi. 

Pembahasan Impor garam ini telah di gelar rapat koordinasi pada 27 Desember 2016 untuk menetapkan kuota impor garam konsumsi pada tahun 2017 lalu.

Sehingga hasilnya menetapkan kuota impor garam konsumsi di 2017 sebanyak 226.124 ton. Ini berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS). 

Eksekusi secara bertahap minimal tiga tahap. Pelaksanaan impor dimulai Januari sampai akhir April 2017. Rencananya setiap tahapan akan dilakukan evaluasi. 

Jadi kalau dalam evaluasi; impor sudah mencukupi, maka impor garam konsumsi tersebut dapat dihentikan. Pembicaraan ini tentu ada berbagai kesepakatan antar kementerian dengan PT. Garam.

KPK dapat memanggil semua pejabat yang terlibat dan pernah disebutkan dalam kasus impor garam untuk ikut diperiksa. Apalagi skandal impor garam ini mendapat persetujuan antar Kementerian. 

Walaupun telah terbentuknya Satgas Impor garam untuk pengawasan, namun ini tidak mampu mengawasi, dimana KPK telah lebih dulu menangkap komisaris PT. Garam. 

Bayangkan saja, anggota satgas yang terdiri dari Anggotanya terdapat tujuh Kementerian/ Lembaga, yakni KKP, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Ditjen Bea dan Cukai, BPS, dan Bareskrim Polri.

Tugas Satgas untuk koordinasi dan mengelola data garam konsumsi. Setelah itu baru kemudian Kementerian BUMN memberi penugasan pada PT Garam terkait kuota impor. 

Penegak hukum harus terus mendalami kasus dugaan penyimpangan impor garam ini. Sebaiknya penyidik juga harus memeriksa pemberi restu ijin impor garam. 

Selain memeriksa pejabat Kementerian Perdagangan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sebaiknya penyidik terus mendalami dugaan keterlibatan para pejabat aktif dan mantan pejabat sehingga dapat dilihat secara baik dan benar. 

Kenapa dan mengapa bisa terjadi penyimpangan impor garam yang dilakukan oleh PT. Garam?

Begitu juga dengan Kemendag agar ikut diperiksa, karena ternyata PT. Garam telah mengantongi Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan untuk impor garam konsumsi sebanyak 75.000 ton, sebagaimana SPI Nomor 42 dan SPI Nomor 43. 

Sebanyak 1.000 ton garam industri yang di impor dan dikemas dalam kemasan 400 gram dengan merek Garam cap SEGI TIGA G dan dijual untuk kepentingan konsumsi. 

Adapun sisanya 74.000 ton distribusikan kepada 45 perusahaan industri. Penyimpangan itu diduga untuk menghindari pajak biaya masuk sebesar 10 persen.

Komitmen pemerintah mendukung pemberdayaan garam rakyat perlu dipertanyakan. Karena impor garam dilakukan sebagai bentuk tidak mendukung kehendak petani garam. 

Ketika cara berfikir pemberdayaan garam rakyat dengan target produksi garam rakyat ditetapkan 3,2 juta ton karena masih senang impor daripada beli garam petani.

Seharusnya impor distop dan diberdayakan garam rakyat. Tak ada rumus pemberdayaan dengan rumus impor. 

Tidak ketemu konsepnya. Diketahui jumlah naik 200 ribu ton dari target pada tahun 2016 sebanyak 3 juta ton. Sementara realisasi produksi garam konsumsi di 2016 hanya tercapai 144 ribu, dan stok hingga akhir tahun lalu 112.671 ton.

Pemerintah bekerja ketergesa-gesaan, salah satunya membangun 6 unit gudang tahun 2017 di Rembang, Brebes, Demak (Jawa Tengah), Tuban, Sampang Madura (Jawa Timur), dan Kupang. 

Kemudian, tahun 2016 juga ada 7 gudang garam yang dibangun di Indramayu, Sumbawa, Pati, Pamekasan, Cirebon, Pangkep, dan Bima untuk menampung garam produksi para petani. 

Namun, Gudang yang dibangun tidak terpakai hingga sekarang, padahal memiliki standar SNI, tinggal kenangan bagi rakyat, justru gudang yang dibangun itu untuk menampung barang impor.

Kemudian, pada kasus lain, pengadaan mesin kapal. Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga kini belum menetapkan tersangka pada perkara tindak pidana korupsi proyek pengadaan mesin kapal perikanan dan pembangunan kapal perikanan tahun anggaran 2016 di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 

Padahal, penyidik hanya menggunakan laporan hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP dan BPK terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut. 

Itupun sudah dilakukan oleh BPK. Tetapi belum ada penetapan tersangka. Tentu perlu mendorong agar segera menetapkan tersangka dan memanggil para pihak yang belum terpanggil.

Kalau kajian dasar Kejaksaan Agung (Kejagung) berdasarkan verifikasi dari hasil audit BPKP dan BPK untuk menetapkan tersangka dari proyek program pengadaan Kapal dan mesin, maka semua data BPK yang tercantum dalam Disclaimer tahun 2015, 2016 dan 2017 dan 2018 sangat layak untuk menjadi bukti awal dan bahan kajian hukum dalam mengusut tuntas korupsi pengadaan kapal.

Tetapi, Kejaksaan Agung melanjutkan pengusutan korupsi pengadaan kapal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun anggaran 2016. 

Perkara ini sempat terhenti 10 bulan. Perkara tidak dihentikan, tetap menjadi prioritas Kejagung. Pengusutan perkara sudah masuk tahap pemeriksaan tender proyek. 

Penyidik mengorek keterangan dari pengadaan e-katalog mesin kapal. Pejabat KKP itu diduga mengetahui teknis penyusunan spesifikasi mesin kapal. 

Di luar itu, besaran harga berikut perusahaan apa saja yang ikut menjadi peserta tender. Keterangannya dihimpun dan diklarifikasi dengan dokumen lelang.

Mesin yang digunakan diimpor dari China. Didatangkan PT Rutan, perusahaan penyedia mesin pertanian. Masuk ke Indonesia lewat Pelabuhan Tanjung Perak. 

Lalu disimpan di gudang PT Rutan di Surabaya. Penyidik telah memeriksa PT Gigan Trans Logistik (GTL). Perusahaan yang disewa untuk bongkar-muat mesin kapal dari pelabuhan ke gudang PT Rutan dan termasuk soal proses impor mesin kapal KKP. 

Selain itu, penyidik memeriksa PT Jelajah Samudra Internasional terkait penyediaan mesin kapal Vetus sebanyak 66 unit untuk kapal KKP.

Kasus ini bermula ketika Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan KKP melaksanakan pengadaan mesin kapal perikanan sejumlah 1.445 unit pada tahun anggaran 2016. 

Pagu anggarannya Rp 271.409.030.000,00. Setelah ditelusuri, terdapat 13 unit mesin kapal senilai Rp 1.060.996.200 yang belum terpasang pada kapal yang tengah dikerjakan. 

Kapal itu dikerjakan di galangan yang tidak berada dalam kontrak proyek. Pihak galangan pun ditahan.

Di tengah jalan terjadi perubahan kontrak (addendum) yakni pengurangan atas mesin yang telah terpasang. 

Meski dilakukan addendum, KKP tidak membuat perikatan dengan pihak galangan di tahun 2017. 

Kejaksaan Agung menduga ada penggelembungan harga dalam pengadaan mesin kapal perikanan pada saat proses e-katalog. 

Pengadaan kapal tahun 2016 mendapat sorotan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Begitu juga di daerah ada kemajuan pemberantasan korupsi bidang barang dan jasa sektor kelautan dan perikanan, bahwa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara (Malut) telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada anggaran pengadaan Kapal Nautika Penangkap Ikan (NKPI) senilai Rp 7,8 miliar, pada tahun 2019 di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Malut. 

Proses akan berlanjut terus, kerugian negara diperkirakan mencapai 1 miliar. Kejati Maluku Utara juga masih melakukan pemeriksaan lanjutan dan tidak menutup kemungkinan masih ada tersangka lain.

Sementara untuk perhitungan kerugian negara dalam kasus Kapal Nautika, bekerjasama dengan BPKP untuk melakukan penghitungan kerugian negara. 

Namun Kejati sendiri mempunyai hitungan sendiri yang memang bisa dijadikan dasar untuk melakukan penghitungan kerugian daerah. 

Kasus tersebut, terdapat perbuatan melawan hukum yang berindikasi terjadinya kerugian keuangan negara. 

Proses berawal dari proyek pengadaan Kapal Nautika tersebut dikerjakan oleh PT Tamalanrea Karsatama.

Bahkan selain kapal PT Tamalanrea Karsatama juga merupakan pemenang tender proyek pengadaan alat simulator yang dialokasikan ke tiga SMK yakni SMK Negeri 1 Halmahera Selatan, SMK Sanana di Kepulauan Sula dan SMK Negeri 1 Halmahera Barat. 

Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 2 UU 32 tahun 1999 Jo UU Nomor 20 tahun 2002 Pasal 2 dan Pasal 3 JO 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Kemudian, menurut beberapa Lembaga Advokasi di Mataram bahwa terdapat juga, dugaan kasus Kapal Nautika di Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan pengadaan belanja sebanyak 11 unit kapal yang dilakukan Dikbud Pemerintah Provinsi NTB tahun anggaran 2017 - 2018 kurang lebih sebesar 24 M, hal ini terindikasi tidak sesuai spesifikasi. Namun, kasus ini hingga sekarang belum dilaporkan kepada Kejaksaan Tinggi Mataram.

Ada kemajuan juga, dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo segera mengusut kembali kasus korupsi pengadaan kapal ikan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Bone Bolango (Bonebol) tahun anggaran 2017-2018. 

Kejati telah mempelajari motif proses penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut, dan terdapat menyalahi prosedur. 

Sehingga Kejati menyelidiki kembali. Berkas perkara diserahkan ke Kejaksaan Tinggi untuk ditindak lanjuti. Dalam penerbitan sprindik lanjutan ada dugaan ketidakberesan proses pengadaannya.

Menilai Disclaimer sebagai kerugian negara sehingga termasuk Tindak Pidana Korupsi (TPK), bahwa terlebih dahulu harus mengetahui definisi kerugian negara yang terdapat dalam beberapa Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK), Pasal 1 angka 15, bahwa: Kerugian Negara atau Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

Sedangkan Pasal 1 Angka 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU Perbendaharaan Negara) bahwa: Kerugian Negara / Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. 

Penjelasan Pasal 32 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 2021 bahwa: yang dimaksud dengan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.

Dalam Penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU Perbendaharaan Negara bahwa kerugian negara dapat terjadi karena pelanggaran hukum atau kelalaian pejabat negara atau pegawai negeri bukan bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan administratif atau oleh bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan kebendaharaan. 

Penyelesaian kerugian negara perlu segera dilakukan untuk mengembalikan kekayaan negara yang hilang atau berkurang serta meningkatkan disiplin dan tanggung jawab para pegawai negeri atau pejabat negara pada umumnya, dan para pengelola keuangan pada khususnya.

Masalah kerugian Keuangan Negara Pada Tindak Pidana Korupsi, dijelaskan bahwa berdasarkan UU BPK dan Keppres No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen yang menilai atau menetapkan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Adapun perhitungan kerugian negara sendiri bersifat kasuistis, atau dilihat kasus perkasus, seperti diketahui untuk kasus proyek pengadaan mesin kapal perikanan yang disidik Kejagung itu berawal ketika KKP pada 2016 mengadakan mesin kapal perikanan sebanyak 1.445 unit dengan pagu Anggaran sebesar Rp 271 miliar. 

Dari jumlah unit mesin kapal itu, sebanyak 13 unit kapal senilai Rp 1 miliar terpasang pada kapal yang belum selesai dibangun dan berada di galangan tanpa kontrak pada 2017.

Ketentuan dalam UU Pemberantasan Tipikor bahwa: dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 

Penjelasan pasal di atas, bahwa: kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan atau perekonomian negara menunjukan tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.

Pada saat kapan kerugian keuangan negara dalam Tindak Pidana Korupsi terjadi. 

Untuk memudahkan memahami hal tersebut, kasus pengadaan barang atau jasa. Misalnya, pekerjaan belum 100% (baru 55%), tetapi pembayaran sudah 100%, seperti kasus pembangunan kapal perikanan pada 2016, berawal ketika pengadaannya dengan pagu Anggaran sebesar Rp477,9 miliar dengan realisasi anggaran pembangunan kapal perikanan sebesar Rp209 miliar.

Berdasarkan ketentuan dalam syarat-syarat khusus kontrak pembangunan kapal perikanan, pembayaran prestasi pekerjaan dilakukan dengan cara Turn Key yaitu pembayaran dilakukan jika satuan unit kapal telah sampai di lokasi. 

Namun sampai akhir 2016 dari 754 kapal baru selesai 57 kapal. Sehingga sesuai syarat-syarat khusus kontrak pembangunan kapal seharusnya dibayarkan hanya untuk 57 kapal senilai Rp15,969 miliar.

Sedangkan untuk 697 unit kapal yang tidak selesai seharusnya tidak dapat dibayarkan. 

Namun pada akhir tahun anggaran ada perubahan ketentuan soal cara pembayaran. Dari semula Turn Key, menjadi sesuai progres dengan tujuan agar meski kapal belum selesai dikerjakan, pembayaran dapat dilakukan. 

Sehingga untuk 697 unit kapal yang belum selesai dikerjakan tetap dibayarkan sesuai nilai kontrak secara keseluruhan sebesar Rp193,797 miliar dan untuk sisa pekerjaan yang belum selesai dijamin dengan Garansi Bank.

Apakah itu kerugian keuangan negara dihitung dengan cara membandingkan antara nilai kontrak dengan nilai realisasi atau apakah dimungkinkan kerugian dihitung berdasarkan uang negara yang keluar secara tidak sah (dasar dokumen pencairan yang fiktif). Ya dapat dikatakan merugikan negara.

Menilai dan menetapkan adanya kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ini sesuai dengan pasal 10 Undang – Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK), bahwa: “BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.”

Kerugian Negara sendiri adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai (lihat pasal 1 ayat [15] UU BPK). Penilaian kerugian tersebut dilakukan dengan keputusan BPK (lihat pasal 10 ayat [2] UU BPK).

Selain BPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga berwenang untuk menetapkan mengenai adanya kerugian negara. 

Ini terkait dengan fungsi BPKP yaitu melaksanakan pengawasan terhadap keuangan dan pembangunan (lihat pasal 52 Keppres No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen)

Dalam kasus pengadaan kapal saja, di mana pembayaran sudah terjadi 100% padahal pekerjaannya baru selesai 55%, dan pencairan pembayaran dilakukan atas dasar dokumen fiktif, maka di sini terjadi pencairan secara melawan hukum. Yang dihitung menjadi kerugian negara adalah besarnya pencairan yang terjadi secara melawan hukum tersebut, yaitu 45% setelah ada pembatalan kontrak.

Akibat pembatalan kontrak kapal, ke -13 unit mesin yang terpasang ditahan pihak galangan. 

Sementara itu, tidak membuat perikatan dengan pihak galangan pada 2017. Kemudian, ada dugaan mark up harga di dalam pengadaan mesin kapal perikanan saat proses e-Katalog. 

Jadi pengadaan kapal itu sangat merugikan negara. Kejagung segera proses pemanggilan terhadap Mantan Menteri KKP, beserta para Pokja pengadaan kapal dan mesin kapal.

Semoga terus komitmen penegak hukum melakukan proses hukum terhadap para koruptor di sektor Kelautan dan Perikanan. 

Penting menagih komitmen para penyidik Kejagung agar cepat menyelesaikan proses dugaan korupsi pengadaan kapal dan mesin kapal di KKP.

Penulis: Rusdianto Samawa, Sala satu Pendiri LBH Nelayan Indonesia

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *