![]() |
Aktivitas dumping di tanjung uncang |
BATAM, SOROTTUNTAS.COM - Aktivitas dumping di Pulau Cicir, Tanjung Uncang, Batam, menyulut protes keras dari aktivis lingkungan. Kegiatan yang merupakan tindak lanjut dari pendalaman alur laut di depan kawasan pesisir PT Wasco Engineering Indonesia ini, diduga kuat melanggar aturan hukum dan merusak ekosistem laut.
Investigasi awal menunjukkan aktivitas tersebut menimbulkan kerusakan terumbu karang serta mengganggu ruang tangkap nelayan. Dugaan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) pun menguat.
Bila terbukti, sanksinya dapat mengarah pada pidana sesuai Pasal 98 ayat (1) UU PPLH yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup dapat dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan denda hingga Rp 3 miliar.
Pendiri NGO Akar Bhumi Indonesia, Hendrik Hermawan, mengungkapkan pihaknya menerima laporan warga mengenai aktivitas dumping dan dredging tersebut pada 28 Agustus 2025.
Tim Akar Bhumi kemudian melakukan verifikasi lapangan pada 2 September 2025 di kawasan pesisir PT Wasco dan lokasi dumping di Pulau Cicir.
“Saat kami tiba, tidak ada aktivitas dredging. Namun di lokasi dumping, saat air pasang terlihat jelas air laut berwarna cokelat akibat cemaran lumpur,” tegas Hendrik.
Tim Akar Bhumi juga menemukan tiang-tiang tambat yang diduga digunakan untuk mengikat tugboat atau tongkang pengangkut hasil pengerukan.
Pengukuran manual menunjukkan adanya timbunan lumpur pada badan laut Pulau Cicir di wilayah yang diketahui merupakan habitat terumbu karang.
“Pada 2017 kami sering menyelam di lokasi itu. Saat itu karang dan ikan sangat banyak. Kini kondisinya jelas terancam,” ungkapnya.
Menurut Hendrik, aktivitas dredging dan dumping ini berlangsung sejak 24 Agustus 2025, dikerjakan siang dan malam selama lebih dari 10 hari.
Ia menegaskan, selain melanggar UU PPLH, kegiatan ini juga berpotensi menabrak Pasal 109 UU 32/2009 tentang kewajiban izin lingkungan serta UU Nomor 31 Tahun 2004 jo. UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, karena merusak habitat ikan dan ruang tangkap nelayan.
“Kami akan melaporkan kasus ini ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar dilakukan audit kerusakan lingkungan dan perhitungan nilai kerugian ekologis,” lanjut Hendrik.
Ketua Akar Bhumi Indonesia, Sony Rianto, menambahkan bahwa dampak jangka panjang kerusakan terumbu karang bisa menghancurkan ekosistem biota laut Batam dan merugikan ribuan nelayan.
“Pemerintah, khususnya BP Batam dan KLHK, tidak boleh diam. Penegakan hukum wajib dilakukan sesuai UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 jika terbukti ada permainan antara perusahaan dan aparat yang membiarkan kerusakan lingkungan ini,” tegas Sony.
Hingga kini, belum jelas apakah aktivitas dredging dan dumping tersebut benar dilakukan oleh PT Wasco Engineering Indonesia dan apakah mereka telah mengantongi izin Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan dan Lingkungan Hidup (PKKPRL).
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2025, kewenangan penerbitan izin berada di tangan Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Titik koordinat aktivitas dumping di Pulau Cicir tercatat pada 1.0352.8 N, 103.5345.5 E, sedangkan lokasi dredging di pesisir PT Wasco berada di 1.0334.2 N, 103.5432.0 E. Temuan ini telah dilaporkan Akar Bhumi ke DLH Kota Batam, DLHK Provinsi Kepri, serta Ditpam BP Batam untuk ditindaklanjuti.(*)