Notification

×

Tag Terpopuler

Oknum Pejabat Dinas Kominfo Pemkab Karimun Diduga Bermain Anggaran Publikasi Media

Senin, 15 Desember 2025 | Desember 15, 2025 WIB Last Updated 2025-12-15T09:40:59Z
Kantor Pemkab Karimun, sumber foto: Wikipedia 

KARIMUN, SOROTTUNTAS.COM
- Mandeknya pembayaran invoice media di Dinas Kominfo Karimun tidak hanya menimbulkan pertanyaan etis dan administratif, tetapi juga membuka ruang penilaian hukum, khususnya terkait penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat publik.


Menurut Direktur Eksekutif Government Against Corruption & Discrimination (GACD), Andar Situmorang, SH, MH,mengatakan bahwa dalam konteks hukum pidana, tindakan pejabat yang secara sengaja menghambat hak pihak lain yang seharusnya dipenuhi negara patut diuji dengan Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal tersebut menyatakan:


“Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaannya dengan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara.”


Sejumlah kalangan menilai, penahanan pembayaran invoice yang telah sah dan ditandatangani, disertai permintaan agar dokumen diganti kembali dengan dalih anggaran tidak cukup, dapat ditafsirkan sebagai tindakan aktif menggunakan kekuasaan jabatan untuk menghambat hak pihak lain, dalam hal ini media sebagai mitra kerja resmi pemerintah daerah.


Meski demikian, penilaian unsur pidana tentu memerlukan pembuktian menyeluruh oleh aparat penegak hukum, termasuk apakah terdapat unsur kesengajaan, penyalahgunaan kewenangan, dan dampak hukum yang ditimbulkan.


Potensi Relevansi Undang-Undang Tipikor


Selain Pasal 421 KUHP, kasus ini juga dinilai memiliki irisan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya terkait penyalahgunaan kewenangan.


Pasal 3 UU Tipikor mengatur bahwa:


“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana...”


Dalam konteks ini, para pemerhati hukum menilai bahwa penahanan pembayaran tanpa dasar hukum yang jelas, jika terbukti menimbulkan kerugian keuangan negara atau mengganggu hak pihak ketiga, layak diuji melalui mekanisme audit dan penyelidikan hukum. Terlebih jika terdapat pernyataan pejabat bahwa anggaran publikasi bernilai besar, namun realisasinya justru tidak jelas.


Sekali lagi, narasi ini tidak dimaksudkan sebagai vonis, melainkan sebagai penegasan bahwa tindakan pejabat publik tidak berada di ruang hampa hukum dan tetap tunduk pada prinsip akuntabilitas pidana maupun administratif.


Penegasan: Negara Tidak Boleh Abai pada Hak Mitra Kerja


Dalam negara hukum, setiap kewenangan jabatan melekat pada tanggung jawab hukum. Ketika pekerjaan telah dilaksanakan, dokumen telah disahkan, dan anggaran tersedia dalam struktur keuangan daerah, maka penundaan atau penolakan pembayaran tidak bisa dibenarkan hanya dengan dalih subjektif pejabat.


Oleh karena itu, desakan agar Inspektorat Daerah, BPK, dan Kejaksaan Negeri Karimun melakukan pemeriksaan tidak dapat dipandang sebagai tekanan berlebihan, melainkan langkah wajar untuk memastikan supremasi hukum dan tata kelola keuangan yang bersih.


Jika terbukti tidak ada pelanggaran, maka klarifikasi resmi dan transparan menjadi keharusan. Namun jika ditemukan indikasi penyalahgunaan kewenangan, maka proses hukum harus berjalan tanpa pandang jabatan.


Negara tidak boleh kalah oleh pembiaran, dan pejabat publik tidak boleh menjadikan jabatan sebagai tameng untuk menghindari kewajiban hukum,"bebernya (tim)

×
Berita Terbaru Update