- Advertisement -

NASIONAL

OPINI

- Advertisement -

Hutan Gundul, Laut Rusak, Stop Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur dan Program Shrimp Estate

By On Desember 08, 2021

Foto Penulis : Rusdianto Samawa, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)

SOROTTUNTAS.COM - Beberapa waktu yang lalu, paradigma Deforestasi (Hutan Gundul) disinggung Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). 

Selain itu, Presiden Joko Widodo juga mengkritik keras banyak perusahaan dan industri yang menggunduli hutan. 

Menteri Kehutanan, tegaskan definisikan deforestasi (hutan gundul) sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.30/MENHUT-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD).

Melansir kompas tv (2021) penyebab Deforestasi karena pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit, pertanian jagung, kebakaran hutan, dan ilegal logging atau produksi kayu yang berasal dari konsesi Hak Pengusaha Hutan (HPH). 

Tentu, dampak Deforestasi sangat buruk bagi tanah, lingkungan dan kawasan laut. Terutama masyarakat pesisir yang selama ini bergantung pada dua mata pencaharian yakni laut dan hutan (nelayan dan bertani).

Siti Nurbaya Menteri LHK dalam penjelasannya diberbagai laman resmi media, (2021) katakan, jika hutan hilang akan mengakibatkan air tidak dapat meresap ke tanah. 

Jelas muaranya aliran air ke laut dan sungai. Sehingga air hujan yang turun mengalir ke permukaan bumi akan menyebabkan erosi dan abrasi.

Menurut Arief Satria (Kompas, Senin, 08 Juni 2015) melansir data WWF, The Global Change Institute and The Boston Consulting Group (2015), nilai aset kelautan dunia mencapai 24 triliun dollar AS yang terdiri dari potensi yang diambil langsung dari perikanan, mangrove, terumbu karang, dan padang lamun sekitar 6,9 triliun dollar AS, transportasi laut 5,2 triliun dollar AS, penyerapan karbon 4,3 triliun dollar AS, dan jasa lain 7,8 triliun dollar AS. Hampir dua pertiga produk kelautan tersebut bergantung pada laut yang sehat.

Masih menurut Arif Satria (2015) mengutip juga data FAO bahwa kerusakan kawasan kelautan dan perikanan, bahwa 90 persen stok perikanan dunia kondisi mengkhawatirkan, sekitar 61 persen sudah mengalami tangkap penuh (fully exploited) dan 29 persen sisanya tangkap lebih (over exploited). 

Begitu pula tingkat kerusakan mangrove 3-5 kali dari laju deforestasi. Sekitar 29 persen padang lamun juga telah rusak. 

Begitu pula kerusakan terumbu karang dunia mencapai 50 persen; dan pada 2050, dengan kenaikan suhu seperti saat ini, terumbu karang akan musnah.

Greenpeace (2021) menemukan jenis - jenis sampah dari tiga pantai di Indonesia, yakni sekitar 797 jenis merek sampah plastik, sebanyak 594 merek makanan dan minuman, kemudian sekitar 90 jenis merek perawatan tubuh. 

Lalu, sebanyak 86 jenis mereka kebutuhan rumah tangga, dan lainnya sekitar 27 jenis mereka.

Sala satu contoh bulan Desember tahun 2020, Banjir Kabupaten Bima merendam sejumlah 30 Desa dan 4 Kecamatan di atas, terdapat 12 desa pesisir yang terdampak. 

Rata-rata di 12 desa ini, terdapat nelayan; lobster, nelayan penyelam tangkapan ikan, lobster, cumi, gurita dan kerusakan terumbu karang. Ada juga nelayan terdampak pada penangkapan ikan dan komoditas lainnya.

Secara garis besar gejala kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian sumber daya pesisir dan lautan di Indonesia yaitu: pencemaran, degradasi fisik habitat, over eksploitasi sumber daya alam, abrasi pantai, konservasi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya dan bencana alam Banjir.

Laut merupakan kawasan perairan yang memiliki cakupan luas, dikelilingi daratan. Laut juga, memiliki peran penting dalam siklus air, siklus karbon, dan siklus nitrogen. 

Karena adanya aneka ragam tumbuhan laut, hewan laut dan biota laut yang hidup. Wilayah pesisir inilah, sebagian besar muara banjir yang terjang Bima saat ini. Tak bisa saling menyalahkan untuk masa depan.

Penataan pembangunan: Permukiman, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan. Bangun kesadaran bahwa dimasa depan, kita lebih baik. 

Karena memiliki arti penting bagi masyarakat pada umumnya dan khususnya masyarakat nelayan yang harus berjibaku menjaga kelestariannya. 

Kalau setiap tahun banjir bandang seperti sekarang, maka obyek wisata yang bisa dikembangkan akan mengalami kemunduran.

Tentu, wilayah pesisir dan laut yang masih lestari memiliki potensi perikanan yang melimpah dapat menyebabkan kerusakan luar biasa, apabila deforestasi belum bisa dihentikan. 

Terumbu karang tempat ikan bertelur dan berkembang biak tidak bisa terjaga sehingga berdampak pada menurunnya kualitas ikan dan matinya terumbu karang. 

Jika kelestarian perairan laut dapat terus terjaga dan dikelola secara berkelanjutan dapat menunjang perekonomian masyarakat pesisir yang pada umumnya berprofesi sebagai nelayan secara turun temurun.

Namun sebaliknya jika potensi pesisir perairan laut dicemari oleh Banjir secara terus menerus, maka tidak akan menunjang kehidupan ekonomi masyarakat pesisir (nelayan) secara turun temurun, karena potensi yang dimiliki akan habis atau punah sehingga tidak akan dinikmati lagi oleh anak cucu di masa mendatang.

Banjir sendiri, jelas memporak - porandakan perekonomian masyarakat, perairan pesisir tercemar dan kerusakan dapat dicegah. 

Padahal, Kabupaten Bima memiliki eksotisme wilayah perairan yang luas dan gugusan pulau-pulau kecil yang indah. Perairan laut Pulau Kabupaten Bima dipenuhi dengan beraneka ragam biota laut seperti ikan, bebatuan laut, terumbu karang dan masih banyak lagi jenis biota lainnya. 

Kerugian ada pada masyarakat nelayan yang menggantungkan hidupnya pada pendapatan harian dari hasil melaut.

Hutan adalah penyedia kehidupan bagi makhluk yang berada di daratan. Sementara di kedalaman laut, terumbu karang adalah penyedia kehidupan itu. 

Namun, deforestasi menjadi ancaman keberadaan terumbu karang. Bagi ikan, terumbu karang bisa menjadi tempat berlindung, memisahkan telur, hingga tempat beristirahat. 

Makin banyak ikan herbivora di sekitar terumbu karang berarti makin banyak ikan pemangsa, dan akan ada ikan pemangsa dari "kelas" yang lebih tinggi.

Arief Satria (Kompas 28 Des 2015) melansir pendapat Bryant dan Bailey (2001) bahwa kerusakan alam merupakan politicized environment. 

Artinya, persoalan lingkungan tak dapat dipahami secara terpisah dari konteks politik dan ekonomi di mana masalah itu muncul. 

Jadi, kerusakan alam bukanlah masalah teknis semata yang biasanya hanya diselesaikan dengan teknologi, melainkan merupakan problem tata kelola yang harus diselesaikan secara ekonomi politik.

Menurut Bryant dan Bailey (2001), pada akhirnya tentu rakyat miskinlah yang paling dirugikan karena hidupnya sangat bergantung pada lingkungan sekitarnya. 

Sebagai contoh, pengusaha perikanan bisa secara mudah mengalihkan wilayah tangkapnya, sementara nelayan kecil dengan modal yang terbatas tidak bisa berbuat apa-apa ketika sumber daya ikannya sudah habis.

Apalagi seperti kata Goodwin (1990), bahwa nelayan kecil tidak mampu memengaruhi pasar dan kebijakan sehingga mereka terus akan menjadi korban dari kerusakan laut. 

Tentu nelayan-nelayan kecil kita tidak kuasa menghadapi tekanan kapal-kapal asing, baik di Natuna maupun Arafura, karena kehadiran mereka merupakan kepentingan para pihak sehingga menjadi masalah ekonomi-politik yang rumit. Untung saja kini pemberantasan perikanan ilegal sudah semakin masif.

Pusat Penelitian Hutan Internasional (CIFOR) tahun 2017 melakukan riset bahwa hutan gundul (deforestasi) dapat merusak laut dan ekosistem mangrove. 

Mengapa? negara Indonesia memiliki hutan mangrove seluas 2.900.000 hektar dan hampir satu per empat persen dari seluruh ekosistem hutan mangrove di seluruh dunia. 

Hutan mangrove mampu menyerap banyak karbon penghasil efek gas rumah kaca karena dalam satu hektar hutan mangrove Indonesia mampu menyerap 5 kali lipat lebih banyak dari karbon hutan dataran tinggi (daratan).

Dengan kata lain, satu per tiga persen dari seluruh karbon yang tersimpan di ekosistem seluruh pesisir dunia, tersimpan di hutan mangrove Indonesia. 

Dari 3,14 miliar ton jumlah karbon yang tersimpan di Indonesia, perlu 20 tahun untuk Indonesia mampu mengeluarkan karbon dalam jumlah tersebut (merujuk pada tingkat penggunaan bahan bakar berbasis fosil pada tahun 2011). 

Kerusakan hutan mangrove di Indonesia terjadi hampir setiap tahun, dimana hampir 52.000 ha hutan mangrove Indonesia hilang.

Masih melansir data Pusat Penelitian Hutan Internasional (CIFOR) tahun 2017 itu, bahwa rentang waktu 3 dekade terakhir, 40% hutan mangrove Indonesia rusak, disebabkan oleh budidaya perikanan yang membabat hutan mangrove. 

Deforestasi ini melepaskan banyak karbon. Pasalnya, ada 190.000.00 CO2 (equivalent) emisi tahunan dari kerusakan hutan mangrove di Indonesia.

Jumlah ini sama dengan 42% emisi global tahunan dari rusaknya ekosistem pesisir, berasal dari rusaknya hutan mangrove Indonesia. 

Menghentikan deforestasi hutan mangrove dapat membuat banyak perbedaan pada perubahan iklim, karena menghentikan kerusakan hutan mangrove dapat memenuhi ¼%  dari target Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 26% pada tahun 2026.

Sala satu contoh deforestasi Mangrove yang paling nyata, yakni investasi shrimp estate di Pulau Sumbawa. 

Ditinjau dari politik agraria di wilayah Pulau Sumbawa, menjadi atensi rakyat. Terutama wilayah pesisir yang menjadi lahan pertambakan. 

Sangat banyak contoh kasus penguasaan tanah oleh berbagai investor dengan perusahaan yang sistemnya sangat bandel.

Sejarah penguasaan lahan oleh korporat, seperti wilayah Labuhan Bontong dan Gapit yang dikuasai oleh PT Alam Hijau melalui sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) atas hamparan lahan tambak di Desa Labuhan Bontong Kecamatan Tarano dan Desa Gapit Kecamatan Empang seluas 650 hektar lebih sejak tahun 1986.

Menelisik contoh kasus di atas, bahwa masyarakat sangat dirugikan. Hingga hari ini pun, tanah tambak tersebut belum bisa dikembalikan dan masih dalam sengketa. 

Apalagi hutan mangrove belum bisa di kembalikan juga fungsi hutan menjaga pesisir laut. Mengapa begitu? sederhana sebenarnya dipahami, bahwa perusahaan tidak memiliki tanah sedikit pun. 

Namun, atas motif penyewaan lahan, kemudian digadai ke Bank untuk permodalan pengelolaan tambak modern (shrimp Estate). Sementara syarat peminjaman adalah harus status Hak Guna Usaha (HGU). 

Kemudian, metode seperti ini cikal bakal konflik lahan. Karena perusahaan tidak mau mengembalikan lahan tersebut, apabila setelah putus kontrak dalam jangka waktu puluhan tahun.

Meski masa berlakunya HGU sudah habis, tetapi status lahan tersebut tetap terkatung-katung alias tidak jelas. 

Seperti diketahui dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) nomor 5 tahun 1960 pasal 29 ayat (1) menyebutkan bahwa HGU diberikan dalam jangka waktu paling lama 25 tahun. 

Sementara HGU PT Alam Raya atas lahan tersebut sudah melebihi 25 tahun. Mestinya HGU PT Alam Hijau atas lahan tersebut habis masanya pada tahun 2012 yang lalu. Tetapi justru disengketakan karena klaim sebagai hal milik perusahaan.

Begitu pun, lahan milik warga Labangka yang saat ini, masuk investasi perusahaan (korporat) yang merupakan rangkaian Food Estate. Tentu harus ditinjau ulang dan lakukan eksaminasi terhadap proses mendapatkan lahan. 

Selama rentang waktu 25 tahun lalu, status HGU bagi tanah-tanah pesisir yang digadai sebelumnya oleh kepemilikan pribadi. Kini tidak bisa kembali kepada pemiliknya. Karena sistem HGU upaya mendapatkan legalitas tanah bagi perusahaan investasi pertambakan.

Apalagi problemnya sekarang bagi kelautan dan perikanan mengalami sulitnya pendaratan ikan dan infrastruktur pelabuhan masih pendangkalan. 

Ditambah, gugusan hutan mangrove pesisir pantai dibabat habis hanya untuk investasi. Peraturan Pemerintah tentang Penangkapan Ikan Terukur di maknai berlebihan dan bisa menjadi overfishing. 

Metode pendekatan penangkapan ikan terukur, lebih besar untungnya Industri Perikanan dibandingkan nelayan tradisional maupun nelayan skala menengah.

Coba amati regulasi wilayah Zona industri penangkapan ikan terukur berdasarkan WPPNRI dan pelabuhannya, merupakan porsi paling luas seluruh Indonesia. 

Kapal-kapal besar asing berukuran 1000 - 5000 gross ton akan menjejal balapan tangkap ikan di wilayah WPPNRI yang sudah ditentukan ini. 

Luar biasa mental penjajahan dimasa depan. Laut jadi sirkuit internasional fishing. Investor balapan nangkap ikan di Indonesia, dapat kuota Discount dan harus capai target. Jadi investor bakal balapan di sea sirkuit internasional Indonesia.

Sementara untuk nelayan lokal setempat dan pemijahan ikan hanya dapat empat WPPNRI. Dibandingkan Zona industri penangkapan ikan terdiri empat zona WPPNRI dan pelabuhannya sejumlah 29 pelabuhan pendaratan ikannya. 

Luar biasa, investasi kapal asing dapat karpet merah di laut Indonesia. Kebijakan seperti ini, disepakati untuk menguras, mengeruk dan menjajal kelautan dan perikanan. Hal ini masih mobilisasi kapal besar dari asing.

Bobroknya kebijakan kelautan dan perikanan saat ini membuat Indonesia dijerat kegagalan berkembang, baik aspek nelayan tangkap, budidaya maupun Industri Perikanan. 

Konsekuensi atas kebijakan seperti itu ialah lahan subur market investasi asing mengeruk ikan hingga monopoli harga secara bebas itu terjadi tanpa kontrol. 

Liberalisasi market ikan bersistem kuota discount pasca bayar dan pasca produsi diberbagai tingkat memicu krisis ekonomi perikanan, ditambah adanya proteksi regulasi (Peraturan Menteri) yang melanda perikanan membuat duka pengangguran, kemiskinan, terbuka semua. Kapan nelayan dan masyarakat pesisir sejahtera?

Akibatnya ke depan, Indonesia alami krisis dan resesi ekonomi kelautan dan perikanan sehingga perusahaan perikanan nasional bisa tutup karena kalah saing dengan perusahaan asing yang mendapat kouta discount tangkap ikan dengan kapal-kapal besar. 

Mestinya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, tidak memakai sistem tersebut. Seharusnya membangkitkan sekitar 500 koperasi perikanan yang sudah tutup sejak 2017 lalu.

Untuk merestrukturisasi koperasi-koperasi perikanan itu, pemerintah hanya perlu evaluasi kebijakan atas regulasi sebelumnya yang selama ini mematikan seluruh usaha bersama di sektor kelautan dan perikanan. 

Tentu, kerjasama ekonomi green yang dimaksud menteri kelautan dan perikanan (209 - 2024) bisa bekerjasama dengan seluruh stakeholder, terutama organisasi nelayan dan koperasi.

Harapan, untuk pemerintah, ada pengembangan kerjasama teknis perikanan: tangkap dan budidaya, modernisasi teknologi pasca panen dan produk perikanan bernilai tambah sehingga menjadi mudah dalam proses perlindungan keanekaragaman hayati kelautan dan perikanan. 

Bukan untuk memanggil investasi untuk mengeruk ikan dan sumberdaya lainnya di Laut Indonesia.

Kesimpulan:

Pemicu dampak kerusakan hutan dan laut yakni pertama, penebangan liar yang terjadi pada kawasan hutan yang dilakukan secara liar sehingga mengubah fungsi hutan yang berdampak pada tercemarnya laut. 

Tentu, seluruh komoditas ikan dan lainnya rusak. Kedua, kebakaran hutan, bisa mengubah kondisi laut dan terumbu karang sebagai rumah ikan. 

Ketiga, merambah hutan yang bercocok tanam tahunan dapat menjadi ancaman bagi kelestarian hutan dan laut itu sendiri.

Keempat, ditambah penangkapan terukur yang berpotensi eksploitasi tanpa batas sehingga akan memicu ilegal fishing, overfishing dan destructive fishing. 

Terutama pada sisi keadilan tidak terpenuhi antara nelayan berkapal besar dengan nelayan tradisional. Jelas memunculkan potensi kerusakan laut. 

Kelima, perambahan hutan mangrove untuk program budidaya (shrimp estate) dan pertambakan rakyat sehingga berdampak pada terjadinya erosi dan abrasi lingkungan pesisir yang ujungnya mengecilnya pulau-pulau dan pemukiman masyarakat pesisir.

Penulis: Rusdianto Samawa, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)

Nb : Isi tulisan menjadi tanggungjawab dari penulis


Menyorot Jejak Cengkeraman Liberalisme Kelautan dan Perikanan di Indonesia

By On Desember 07, 2021

Rusdianto Samawa, Penulis adalah Ketua Front Nelayan Indonesia (FNI), Aktivis Nelayan dan Pemerhati Kelautan - Perikanan.

SOROTTUNTAS.COM, Jejak Neoliberalisme di Indonesia dimulai saat pemerintahan Orde Baru, Maret 1966. Membaiknya hubungan politik Indonesia dengan negara-negara barat disertai masuknya arus modal asing ke Indonesia. Sejak itu, Penanaman Modal Asing (PMA) dan utang luar negeri mulai meningkat.

Menjelang awal tahun 1970-an, atas kerja sama dengan Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), dan Bank Pembangunan Asia (ADB) dibentuk suatu konsorsium Inter-Government Group on Indonesia (IGGI) yang terdiri atas sejumlah negara industri maju untuk membiayai pembangunan di Indonesia. 

Sejak saat itulah Indonesia dianggap telah menggeser sistem ekonominya atau semi kapitalisme.

Memasuki periode akhir 1980-an dan awal 1990-an, sistem ekonomi di Indonesia terus mengalami pergeseran. 

Kebijakan ekonomi Pemerintah banyak dibawa ke arah liberalisasi ekonomi; liberalisasi sektor keuangan, industri, kelautan, perikanan, perindustrian dan perdagangan.

Masa-masa Pemerintahan sebelumnya merupakan tonggak kebijakan liberalisasi ekonomi di bidang kelautan dan perikanan. 

Menjamurnya industri perikanan di Indonesia, yang diikuti terjadinya transaksi utang luar negeri perusahaan swasta yang sangat pesat, mewarnai percaturan ekonomi Indonesia hingga saat ini.

Masa pembangunan ekonomi Orba pun akhirnya berakhir. Puncak kegagalan dari pembangunan ekonomi Orba ditandai dengan meledaknya krisis moneter yang diikuti dengan ambruknya seluruh sendi-sendi perekonomian Indonesia.

Arief Arfianto (2013), dalam tulisannya menarasikan pasca krisis moneter, memasuki era reformasi, ternyata kebijakan perekonomian Indonesia semakin liberal. 

Dengan mengikuti garis-garis yang telah ditentukan oleh IMF, Indonesia benar-benar telah menuju liberalisasi ekonomi.

Dampak ekonomi neoliberal bagi kelautan dan perikanan di Indonesia pasca berbagai perjanjian dengan dua negara-negara utama yakni Amerika Serikat dan Tiongkok, yaitu dikuasainya sektor industri kelautan dan perikanan oleh swasta.

Akibat menganut sistem mekanisme pasar bebas, pemerintah Indonesia harus melepaskan perannya dalam berbagai pengelolaan ekonomi perikanan, yang ditandai dengan banyak dikuasainya sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak (sektor kepemilikan umum). 

Hal itu dilakukan baik dengan cara langsung maupun melalui proses privatisasi BUMN oleh swasta, seperti yang terjadi di Perinus dan Perindo.

Sebagai contoh pada 23 April 2004, Pemerintah Indonesia telah melakukan kerja sama (MoU) dengan Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok yang ditandatangi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, dan Menteri Pertanian tentang kerja sama perikanan, yang saat itu disepakati untuk di swastanisasikan.

Mengingat pada 3 Maret 2014, delegasi pemerintah Indonesia yang dipimpin Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Gellwyn Jusuf menggelar pertemuan pertama Joint Committee on Fisheries Cooperation dengan delegasi Tiongkok yang dipimpin oleh Deputi Direktur Jenderal Biro Perikanan Kementerian Pertanian RRT Cui Lifeng, di Beijing. 

Pertemuan itu merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Memorandum of Understanding Kerja Sama Perikanan RI-Tiongkok yang ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI dan Menteri Luar Negeri RRT pada 2 Oktober 2013, di Jakarta.

Dalam pertemuan tersebut, dibahas dua agenda pokok yaitu rancangan pengaturan kerja sama penangkapan ikan dan pengelolaan daerah perikanan terpadu di Natuna. 

Kedua isu tersebut dipandang penting guna menyamakan persepsi mengenai penataan kerja sama investasi di bidang perikanan. 

Khususnya yang terkait dengan hal-hal yang perlu dimasukkan dalam pengaturan pelaksanaan (implementing arrangement) yang akan dibahas dalam pertemuan Maritime Cooperation Committee pada minggu ketiga Maret 2014 di Jakarta.

Namun, pada masa pemerintahan SBY tersebut, dari berbagai perjanjian, sebagian besar kelautan dan perikanan Indonesia sudah dikuasai oleh 303 grup besar melalui ribuan perusahaan perikanan. 

Memasuki pemerintahan Jokowi-JK tahun 2014 - 2019 akhirnya hanya tinggal menuai getahnya.

Pemerintah zaman SBY benar-benar membuka keran liberalisasi di sektor kelautan dan perikanan secara besar-besaran. 

Hal itu ditandai pada 25 April 2005, dilakukan deklarasi bersama antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok mengenai kemitraan strategis. 

Kemudian dilanjutkan pada 21 Januari 2010, rencana aksi implementasi deklarasi bersama antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok mengenai kemitraan strategis. 

Perjanjian ini telah membawa Indonesia ke dalam kelompok negara-negara gagal dalam pengelolaan kelautan dan perikanan.

Untuk mengatasi kegagalan itu, maka pada 23 Maret 2012 dilakukan MoU kerjasama Maritim antara pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok yang menyetujui masuknya laut Indonesia ke dalam pengawasan internasional yang merupakan bagian dari ALKI II dan III.

Selain itu, pemerintah juga melakukan pencegahan, penghalangan dan penghapusan perikanan ilegal, yang tidak dilaporkan dan tidak diatur. 

Semua negara yang aktif dalam industri fishing agar mendukung tindakan negara untuk membangun pelabuhan-pelabuhan dalam mencegah, menghalangi, dan menghapuskan perikanan illegal. Hal ini telah disetujui oleh Indonesia.

Namun, masuk pada masa-masa pemerintahan Jokowi-JK dibawah koordinasi Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019 Susi Pudjiastuti bahwa berbagi data dan informasi Vessel Monitoring System (VMS) telah membuat ekspor dan impor produk-produk perikanan terbatas karena pengontrolan yang tidak sesuai regulasi.

Apalagi problemnya sekarang bagi kelautan dan perikanan mengalami sulitnya pendaratan ikan. 

Jika ada, usaha patungan dan investasi di darat, registrasi dan sertifikasi kapal penangkap ikan di bawah pengaturan harus merujuk kepada berbagai produk kerjasama.

Harapannya, untuk Indonesia ada pengembangan kerjasama teknis di bidang perikanan: tangkap dan budidaya berkelanjutan, memodernisasi teknologi pasca panen dan produk perikanan bernilai tambah. 

Sehingga menjadi mudah dalam proses perlindungan keanekaragaman hayati perikanan.

Dampak Liberalisasi

Saat itu disepakati dibentuknya komisi bersama untuk menata kelautan dan perikanan, dimulai dari subsidi untuk nelayan, penataan harga BBM dan modernisasi alat tangkap nelayan untuk menopang industri perikanan.

Namun, bobroknya kebijakan kelautan dan perikanan saat ini membuat Indonesia dijerat kegagalan berkembang, baik aspek nelayan tangkap, budidaya maupun Industri Perikanan. 

Konsekuensi atas kebijakan dari sistem itu ialah pasar ikan hingga monopoli harga secara bebas itu terjadi tanpa kontrol. 

Liberalisasi pasar ikan di berbagai tingkat memicu krisis ekonomi perikanan, ditambah adanya proteksi regulasi (Peraturan Menteri) yang melanda perikanan membuat duka pengangguran, kemiskinan, terbuka semua.

Akibat krisis kelautan dan perikanan 30 perusahaan urimi tutup, 500 koperasi perikanan sementara tutup. 

Untuk merestrukturisasi koperasi-koperasi perikanan itu perlu ada evaluasi kebijakan atas regulasi yang selama ini mematikan seluruh usaha bersama di sektor kelautan dan perikanan.

Munculnya kesenjangan ekonomi perikanan merupakan dampak dari pembangunan ekonomi perikanan yang bercorak liberalistik. 

Yang paling menyakitkan adalah terjadinya kesenjangan antar nelayan dan pembudidaya yang luar biasa. Pada masa-masa ini, ketimpangan ekonomi perikanan dan industrinya sudah sangat mencolok.

Di era sekarang ini, keadaannya telah mengalami banyak perubahan kearah yang lebih mengkhawatirkan. 

Fenomena yang paling mencolok adalah terjadinya kekuasaan menjadi kekuatan pengumpul modal. 

Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerja untuk mengumpulkan modal dari rentenir kelompok antar geng. 

Itulah sebabnya, kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam pengembangan banyak program lebih memenuhi kepentingan kelompoknya, ketimbang nelayan miskin yang berada di desa-desa pesisir.

Tetapi, pada 2 Oktober 2013 lalu, MoU Kerjasama Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dengan Kementerian Pertanian Republik Rakyat Tiongkok, yang isinya menyepakati bidang-bidang kerjasama pada peningkatan investasi perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan produk dan pemasaran serta di ijinkan beroperasinya kapal-kapal Tiongkok. 

Hal inilah yang dianggap liberalisasi terhadap sektor-sektor kelautan dan perikanan.

Pada dasarnya Indonesia mengijinkan beroperasinya kapal-kapal penangkap ikan berbendera Tiongkok sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku dalam kerangka penanaman modal asing. 

Namun demikian, Indonesia melihat masih terjadi penyalahgunaan perijinan penangkapan ikan di perairan Indonesia. 

Salah satunya adalah yang terkait dengan status kapal berbendera Indonesia namun ditenggarai milik perusahaan Tiongkok.

Indonesia meminta agar dilakukan pendataan secara terbuka terhadap perusahaan-perusahaan perikanan Tiongkok yang kredibel dan menjamin pengelolaan penangkapan ikan secara berkelanjutan, termasuk penggunaan awak kapal.

Sebagai contoh, jika kapal yang digunakan sudah berbendera Indonesia maka kapal tersebut hendaknya diawaki oleh anak buah kapal Indonesia, meski kapal tersebut berasal dari Tiongkok.

Untuk itu diusulkan agar jika terdapat kapal Tiongkok yang sudah berganti bendera Indonesia maka hendaknya dikeluarkan sertifikasi penghapusan. 

Jika dilakukan pembiaran terhadap perusahaan-perusahaan perikanan yang tidak kredibel tersebut, pada akhirnya akan menimbulkan permasalahan sendiri.

Selanjutnya guna melakukan penataan terhadap perusahaan-perusahaan perikanan Tiongkok yang beroperasi di Indonesia dan kapal-kapal yang digunakan, Indonesia juga mengusulkan agar setiap kapal Tiongkok yang beroperasi di Indonesia harus memperoleh ijin dari Biro Perikanan Kementerian Kelautan RRT guna mendapatkan kepastian hukum dan informasinya disampaikan ke KBRI di Beijing.

Cengkeraman Liberalisme

Kondisi sosial ekonomi kelautan dan perikanan Indonesia saat ini, dalam keadaan tidak baik. 

Betapa banyak masalah yang tak kunjung usai. Muncul lagi masalah baru yang berpotensi melibatkan negara-negara di dunia.

Terutama Indonesia, kebijakan seputar kelautan dan perikanan sangat naif yang diakibatkan oleh regulasi - regulasi tidak pro pada masyarakat pesisir. 

Alih-alih meningkatkan ekonomi, malah menyulitkan putaran ekonomi perikanan.

Potensi resesi kelautan dan perikanan sangat mungkin terjadi. "Kalau kita evaluasi dalam dua tahun terakhir ini, sosial ekonomi perikanan mengalami kondisi stagnan sehingga berdampak pada memburuk pendapatan masyarakat. Potensi resesi sangat mungkin terjadi."

Data Badan Pusat Statistik tahun 2020 triwulan II pertumbuhan hanya pada angka 0,36 persen dan triwulan III terkontraksi 1,03 persen. Hanya bertaut beberapa persen saja. Tentu, kondisinya sangat memburuk dan prihatin. Meskipun pertumbuhan ekonomi triwulan II - 2021 capai 7,07%.

"Namun, belum ada tanda - tanda aktivitas ekonomi perikanan menggeliat. Salah satu faktornya adalah terbitnya berbagai regulasi yang menyulitkan masyarakat pesisir: nelayan, pembudidaya dan petani garam. Terutama pada regulasi PNBP PP 85 tahun 2021."

Mestinya sadari lebih awal, bahwa selama pandemi, sektor kelautan perikanan sudah nampak berat dan serba sulit. 

Walaupun Pemerintah hadirkan investasi Shrimp estate dibeberapa wilayah Indonesia. Tetapi, belum bisa memulihkan kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir.

"Malahan memunculkan banyak masalah, seperti pelanggaran terhadap reforma agraria yang membuat masyarakat pesisir kehilangan tanah. 

Apalagi sudah mulai terjadi deforestasi lahan - lahan pesisir laut yang menyebabkan hilangnya hutan mangrove."

Pemerintah berupaya menggenjot investasi dan ekspor, supaya ekonomi kelautan membaik dan kesejahteraan nelayan meningkat. 

Namun, kebijakan yang diambil kerapkali menimbulkan polemik dan konflik antar masyarakat pesisir. Misalnya regulasi PNBP naik 400% maupun tumpang tindihnya regulasi penataan ruang laut pesisir.

Terbitnya beraneka ragam regulasi dalam bentuk PP, Kepmen, Permen, Insmen, dan peraturan teknis lainnya sebagai turunan UU Cipta Kerja No 11/2021 membuat banyak pihak kesulitan dalam berusaha dan beraktivitas. 

Celakanya ada pula aturan bertentangan dengan UU sektoralnya, seperti peraturan PNBP dan penataan ruang laut pesisir.

Regulasi KKP melegalkan kepentingan oligarki. Tak mungkin, nelayan tradisional, koperasi perikanan, industri pengolahan sekuat modal investasi besar. 

Kebijakan KKP yang melelang kuota tangkap bagian dari kepentingan besar penguasa dan oligarki laut yang melibatkan asing secara penuh. 

UU Omnibuslaw yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi itu mestinya menjadi pegangan dasar KKP dalam pertimbangkan eksploitasi sumber daya Ikan (SDI).

Pemerintah berupaya untuk memajukan ekonomi dengan sistem yang tidak tepat. 

Padahal, kalau membaca pidato Presiden Joko Widodo, selalu bilang: "teknologi sangat cepat perubahannya. Maka kebijakan juga harus cepat, loncatannya jauh ke orientasi masa depan." 

Apakah KKP tidak memikirkan modernisasi alat tangkap dan kapal dengan pemakaian sistem Drone Fishing? 

Daripada harus keluarkan kebijakan Kepmen No 98 dan 97 tahun 2021 untuk melegalkan sistem kuota lelang dengan alasan penangkapan terukur?

Sehingga membetuk tim beauty contest yang mencari, memanggil, dan menetapkan investor untuk keruk sumber daya ikan di laut.

Ke depan, Drone Fishing justru menjadi tujuan primadona sebagai alat tangkap, angkut, intai, riset, dan pengamanan laut. 

Seharusnya kebijakan KKP pada modernisasi alat tangkap berbasis Drone Fishing. Bukan pada kebijakan mobilisasi investor untuk keruk sumber daya ikan. 

Pemerintah disana sini, bicara keberlanjutan. Namun, sistemnya eksploitasi untuk kepentingan asing. Mana mungkin, pengusaha dan nelayan pada masa Corona Virus memiliki modal besar senilai 200 miliar.

Pemerintah tidak memiliki nilai optimisme dalam menegakkan kedaulatan perairan laut Indonesia. 

Bicara keberlanjutan, tetapi mekanisme menjaga keberlanjutan itu, justru merusak. Logika kerusakan yang akan terjadi 20 tahun mendatang yakni habisnya sumber daya ikan, kekosongan gagasan kedaulatan maritim, dan berpotensi laut Indonesia habis dijarah oleh penjajahan kolonialisme laut.

Dalam regulasi penangkapan ikan terukur, terkesan kampanye dipaksakan dalam diksi menjaga kelestarian sumber daya ikan yang merupakan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar - besarnya untuk kemakmuran rakyat. 

Padahal dibalik pertimbangan dalam regulasi tersebut, sesungguhnya terdapat kepentingan besar dalam mengeruk kekayaan laut Indonesia.

Pesan politik kebijakan supaya terkesan mengelola laut secara baik dan benar, maka disebutkan pengelolaan perikanan harus berorientasi pada kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan agar memberikan kesempatan berusaha, meningkatkan keadilan, dan kesejahteraan nelayan, dan pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan perikanan.

Solusi untuk Indonesia

Menanggapi usulan Indonesia, Tiongkok menanggapi positif karena kerjasama di sektor perikanan yang baik antara kedua negara akan menguntungkan kedua belah pihak, khususnya bagi pengusaha perikanan China yang menurut Cui Lifeng, sejauh ini berjumlah 15 perusahaan dengan sekitar 300 kapal.

Pihak Tiongkok juga sependapat dengan usulan Indonesia untuk melakukan verifikasi kapal-kapal perikanan negaranya yang beroperasi di Indonesia karena sejauh ini pihaknya tidak memperoleh laporan mengenai terjadinya penyalahgunaan pengoperasian kapal-kapal perikanan. 

Agar proses penataan berjalan efektif, Tiongkok meminta Indonesia bisa memberikan laporan mengenai situasi dan perkembangan perusahaan penangkapan ikan Tiongkok yang beroperasi di Indonesia, termasuk mitra kerja mereka.

Itulah beberapa fakta akibat diterapkannya ekonomi Neoliberalisme di sektor kelautan dan perikanan. Akankah kita diam saja menyaksikan semua ini. Kesabaran rakyat sudah habis. 

Saatnya momentum kebangkitan kelautan dan perikanan. Nelayan harus menggugat agar semua regulasi Kementerian Kelautan dan Perikanan dicabut sehingga benar-benar tegak demi kesejahteraan dan kemakmuran nelayan, baik tangkap maupun budidaya.

Penulis: Rusdianto Samawa, Penulis adalah Ketua Front Nelayan Indonesia (FNI), Aktivis Nelayan dan Pemerhati Kelautan - Perikanan.


Pendidikan Maju, Indonesia Hebat

By On November 29, 2021


Intan Yulianti, Mahasiswa Semester 7 Jurusan Matematika Universitas Negeri Mataram (UNRAM)

SOROTTUNTAS.COM - Saat ini, akhir tahun 2021, update data dunia pendidikan Indonesia di Kemendikbud Ristek, ada puluhan juta siswa berdasarkan jenjang pendidikan pada tahun ajaran 2020/2021, ada 45, 21 juta siswa di Indonesia pada tahun ajaran 2020/2021. 

Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), dari jumlah tersebut, mayoritas 24,84 juta siswa (54,95%) di antaranya merupakan siswa sekolah dasar (SD). 

Sementara mahasiswa perguruan tinggi sejumlah 11,32 juta.

Kata W Edwards Demming, 2021 "In God we trust; all others bring data.” Pernyataan maha guru manajemen tersebut, menggaris bawahi betapa pentingnya data. 

Karena data menjadi dasar untuk membuat rencana, mengetahui progres kemajuan, melakukan koreksi, dan melakukan perbaikan mutu secara berkelanjutan.

Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (detikNews, 2021), menjadi harapan pemerintahan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia. 

Maka, jauh sebelum itu, harus mengakuratkan data pendidikan Indonesia agar berhasil di era digital. 

Yang utama ialah berinvestasi dan mengurai data sektor pendidikan serta sumber daya manusia (SDM). 

"Ini bukan investasi jangka pendek, tapi investasi dalam lima atau 10 tahun ke depan. Kita harus selesai full data," kata Nadiem.

Nadiem Makarim Mendikbud Ristek (2021), mengatakan, "terdapat beberapa hal yang sifatnya wajib (mandatory) di dalam kurikulum pendidikan nasional. 

Indonesia, dengan potensi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara maupun dunia, harus mempersiapkan diri berkompetisi secara global. 

Dunia pendidikan yang memiliki tugas berat namun mulia, menyiapkan sumber daya manusia unggul dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk bangsa, niscaya data yang akurat, Indonesia akan memimpin dunia pendidikan secara global," kata Nadiem Makarim.

Sistem pendidikan Indonesia, terbesar keempat di dunia, mengalami peningkatan pesat pada rasio antara jumlah siswa pada pendidikan sekunder dibanding populasi dengan usia tersebut dari 41% pada tahun 2015 menjadi 98% pada tahun 2021.

Masa pemerintahan Joko Widodo - Ma'ruf Amin Indonesia telah mengalami transformasi pendidikan yang luar biasa. 

Sehingga jauh lebih mudah diakses, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Karena pendidikan merupakan tiang pancang kebudayaan dan pondasi utama untuk membangun peradaban Indonesia maju.

Presiden Joko Widodo dalam Sidang Tahunan MPR RI, DPD RI dan DPR RI, (Senin, 16/8/2021) mengatakan pandemi Covid-19 telah memicu perubahan besar dalam kehidupan, kembangkan cara-cara baru, tinggalkan kebiasaan lama yang tidak relevan, dan ketidakmungkinan. 

Di tengah dunia yang penuh disrupsi ini, karakter berani untuk berubah, berani untuk mengubah, dan berani untuk mengkreasi hal-hal baru, merupakan fondasi untuk membangun Indonesia Maju."

Memang, masa pemerintahan Joko Widodo - Ma'ruf Amin, langkah-langkah cepat guru telah bergerak membangun pendidikan. 

Sinergi dunia pendidikan dengan industri dan pengembangan kewirausahaan terus dipercepat melalui program Merdeka Belajar. 

Terbukti, program tersebut, telah tumbuh percepatan kualitas sumber daya manusia (SDM) nasional, dan sekaligus meningkatkan daya saing industri dan produk dalam negeri.

Kesadaran akan arti penting pendidikan akan menentukan kualitas kesejahteraan dan masa depan pendidikan dalam membangun Indonesia hebat. 

Masa pemerintahan Joko Widodo - Ma'ruf Amin, arah bangsa Indonesia sudah mulai bangkit dan tangguh. 

Karena pendidikan berada pada pemegang kebijakan yang benar dalam realisasikan program Merdeka Belajar, Guru Penggerak hingga pelayanan infrastruktur pendidikan.

Pemerintahan Jokowi - Ma'ruf Amin telah merumuskan sejumlah misi terkait pendidikan. 

Hal itu tercantum dalam dokumen Visi, Misi dan Program Aksi Jokowi-Jusuf Kalla 2019 - 2024. 

Agenda kebijakan pendidikan Jokowi - Ma'ruf Amin ini juga terumuskan secara lebih jelas terangkum dalam ringkasan agenda pemerintahan Jokowi - Ma'ruf Amin yang disingkat sebagai Nawa Cita;

Butir 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program ‘Indonesia Pintar’ dengan wajib belajar 12 tahun bebas pungutan. 

Kemudian, Butir 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional [dengan] membangun sejumlah Science dan Techno Park di daerah-daerah, politeknik dan SMK-SMK dengan sarana dan prasarana berteknologi maju. 

Dan Butir 8: Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kurikulum pendidikan nasional.

Capaian kinerja pemerintahan Jokowi - Ma'ruf Amin bidang Pendidikan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemendibud Ristek) mengalami kenaikan dan geliat pendidikan. 

Hal ini merupakan pencapaian kinerja selama dua tahun pemerintahan Presiden Jokowi.

Kemendibud Ristek Nadiem Makarim benarkan, bahwa dalam dua tahun anggaran dialokasikan memang untuk kebutuhan kelanjutan beasiswa bidikmisi, perekrutan Guru Kontrak, penataan sumberdaya manusia dan riset - riset di perguruan tinggi.

Ada peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun, yakni 2019 sebanyak 130.000 mahasiswa. 

Lalu tahun 2020 sebanyak 200.000 mahasiswa dan terakhir tahun 2021 ini, sebanyak 1.095.000 mahasiswa. 

Sementara untuk, beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) Papua dan 3T (daerah tertinggal, terdepan dan terluar) pada tahun tahun 2019 sebanyak 23.000 mahasiswa, tahun 2020 sebanyak 50.000 mahasiswa dan 2021 meningkat menjadi 202.000 mahasiswa.

Meski begitu, anggaran untuk Kemendibud Ristek tahun 2021 sebesar Rp81,5 Triliun 27 Januari 2021. 

Dari 20 persen anggaran tersebut, Kemendikbud mengelola sebanyak 14,8 persen atau sekitar Rp81,5 triliun. 

Proporsi terbesar dari anggaran Rp81,5 triliun yang dikelola Kemendikbud berada di pendanaan wajib, yaitu sebesar Rp31,13 triliun.

Karena pendidikan yang berkualitas maju nantinya menjadi penerus kemajuan bangsa dan negara.

Dengan demikian, pendidikan sangat mudah diakses walaupun terkendala masalah ekonomi. Tetapi, pendidikan itu penting bagi masa depan dan meraih cita-cita yang diinginkan.

Atas komitmen pemerintah tersebut, kemampuan ekonomi yang cukup dan memiliki kemampuan berpikir yang tinggi, dapat mengantarkan ke bangku sekolah yang elite, berkualitas, serta bertaraf nasional maupun internasional lebih mudah. Itulah yang dirasakan oleh warga negara Indonesia saat ini.

Artinya, pemerintah sudah menjalankan visi misinya perbaiki mutu pendidikan yang terdiri dari efektivitas, efisien, serta standarisasi pengajaran di setiap sekolah. 

Tentu, keberhasilan pemerintahan Jokowi - Ma'ruf Amin yakni menjamin kualitas guru, sarana yang diberikan, kesejahteraan guru, prestasi siswa, akses beasiswa pendidikan, dan lain sebagainya.

Beberapa pakar pengamat pendidikan (2021) mengurai data peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index) dari UNESCO (2021), menyebutkan kualitas pendidikan Indonesia semakin meningkat. 

Walaupun dalam kondisi pandemi, dibuktikan dengan menggunakan rata-rata geometrik dalam Indeks Pengembangan Manusia (IPM) capaian satu dimensi. 

Artinya, untuk mewujudkan pembangunan manusia yang baik, pemerintah dan Kemendikbud Ristek memberi perhatian yang sangat besar.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia, menjadi faktor sorotan bagi negara lain, karena Indonesia memakai indikator komposit untuk mengukur capaian pembangunan kualitas hidup manusia. 

Indeks peningkatan teruji dari tiga dimensi utama pembangunan manusia, yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak.

Menurut BPS, publikasi 18 November 2021, bahwa pada tahun 2020 - 2021 pertumbuhan Indeks Pengembangan Manusia (IPM) di tingkat nasional menghadapi tantangan dengan segregasi peningkatan tumbuh sebesar 12,07 % sebagai akibat pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia dan sebagian besar negara di dunia. 

Walaupun, mengalami perlambatan pertumbuhan IPM. Namun, peningkatan pesat di dorong oleh kebijakan pendidikan pada program Merdeka Belajar, Guru Penggerak, dan jaminan kesejahteraan pendidik.

Sebaran program dan komitmen guru menjadi pengungkit membentuk sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. 

Karena IPM, Guru dan program pendidikan masa pemerintahan Joko Widodo - Ma'ruf Amin yang selalu peduli atas hasil pembelajaran tersebut, maka terasa sekali efektivitas pengajaran di Indonesia sangat tinggi antusias. 

Dari tahun ke tahun, pemerintahan Joko Widodo - Ma'ruf Amin selalu menekankan pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang dan maju. 

Negara Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara yang lain. Perlu diketahui, kemajuan dan kehebatan Indonesia yang dicapai sekarang dalam dunia pendidikan, sudah semakin menanjak kemajuannya karena pendidikan di Indonesia mendapatkan porsi perhatian yang lebih besar. 

Sebuah laporan mendalam dari Lowy Institute tahun 2021 yang menganalisis laporan tahunan Mendikbud Ristek ikut memperkuat posisi pemerintah dalam bidang pendidikan, bahwa sistem pendidikan berkualitas di Indonesia, sudah mulai membaik karena beberapa faktor.

Yakni IPM meningkat, program merdeka belajar, guru penggerak, kesejahteraan guru dan dosen, penghapusan ujian nasional dan asistensi terhadap kualitas pendidikan sekolah dan guru yang diberdayakan oleh pemerintah dalam mendidik siswa sesuai minat dan talenta.

Bagi pemerintahan Joko Widodo - Ma'ruf Amin dan Mendikbud Ristek bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting untuk sebuah syarat negara menjadi maju dan hebat. 

Dengan adanya pendidikan yang baik, pastinya akan menciptakan generasi yang penerus bangsa yang cerdas, bahagia, kuat, berkarakter, serta berkompeten dalam bidangnya. Sehingga, bangsa Indonesia sekarang bisa maju dan hebat.

Penulis: Intan Yulianti, Mahasiswa Semester 7 Jurusan Matematika Universitas Negeri Mataram

Guru: Bergerak dengan Hati, Pulihkan Pendidikan untuk Indonesia Maju

By On November 28, 2021

 

Foto Penulis: Suten Sumarten, Pemerhati Pendidikan PAUD

SOROTTUNTAS.COM - Pada tahun 2021 ini, peringatan Hari Guru Nasional mengangkat tema "Bergerak dengan Hati, Pulihkan Pendidikan." Dalam pidato Mendikbud Nadiem Makarim, mengulas mengenai duka guru yang melihat siswa-siswinya tertekan karena kurikulum yang disederhanakan untuk pembelajaran jarak jauh.

Berikut teks Pidato Mendikbud Hari Guru Nasional 2021: "Ibu dan Bapak guru yang saya hormati dan banggakan. Tahun lalu adalah tahun yang penuh ujian. 

Kita semua tersandung dengan adanya pandemi. Guru dari Sabang sampai Merauke terpukul secara ekonomi, terpukul secara kesehatan, dan terpukul secara batin.

Guru mau tidak mau mendatangi rumah-rumah pelajar untuk memastikan mereka tidak ketinggalan pelajaran. Guru mau tidak mau mempelajari teknologi yang belum pernah mereka kenal. 

Guru mau tidak mau menyederhanakan kurikulum untuk memastikan murid mereka tidak belajar di bawah tekanan.

Guru di seluruh Indonesia menangis melihat murid mereka semakin hari semakin bosan, kesepian, dan kehilangan disiplin. 

Tidak hanya tekanan psikologis karena Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), banyak guru mengalami tekanan ekonomi untuk memperjuangkan keluarga mereka agar bisa “makan”.

Sangat wajar jika dalam situasi ini banyak guru yang terdemotivasi. Tapi ternyata ada fenomena yang tidak terkira. Saat saya menginap di rumah guru honorer di Lombok Tengah, saat saya menginap di rumah Guru Penggerak di Yogyakarta, saat saya menginap bersama santri di pesantren di Jawa Timur, saya sama sekali tidak mendengar kata “putus asa”. 

Saat sarapan dengan mereka, saya mendengarkan terobosan-terobosan yang mereka inginkan di sekolah mereka. 

Wajah mereka terlihat semangat membahas platform teknologi yang cocok dan tidak cocok untuk mereka. Dengan penuh percaya diri, mereka memuji dan mengkritik kebijakan dengan hati nurani mereka.

Di situlah saya baru menyadari bahwa pandemi ini tidak memadamkan semangat para guru, tapi justru menyalakan obor perubahan. 

Guru-guru se-Indonesia menginginkan perubahan, dan kami mendengar. Guru se-Indonesia menginginkan kesempatan yang adil untuk mencapai kesejahteraan yang manusiawi. Guru se-Indonesia menginginkan akses terhadap teknologi dan pelatihan yang relevan dan praktis.

Guru se-Indonesia menginginkan kurikulum yang sederhana dan bisa mengakomodasi kemampuan dan bakat setiap murid yang berbeda-beda. 

Guru se-Indonesia menginginkan pemimpin-pemimpin sekolah mereka untuk berpihak kepada murid, bukan pada birokrasi. Guru se-Indonesia ingin kemerdekaan untuk berinovasi tanpa dijajah oleh keseragaman.

Sejak pertama kali kami cetuskan, sekarang Merdeka Belajar sudah berubah dari sebuah kebijakan menjadi suatu gerakan. 

Contohnya, penyederhanaan kurikulum sebagai salah satu kebijakan Merdeka Belajar berhasil melahirkan ribuan inovasi pembelajaran.

Gerakan ini makin kuat karena ujian yang kita hadapi bersama. Gerakan ini tidak bisa dibendung atau diputarbalikkan, karena gerakan ini hidup dalam setiap insan guru yang punya keberanian untuk melangkah ke depan menuju satu tujuan utama, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Karena itulah, saya tidak akan menyerah untuk memperjuangkan Merdeka Belajar, demi kehidupan dan masa depan guru se-Indonesia yang lebih baik. 

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua guru se-Nusantara atas pengorbanan dan ketangguhannya. Merdeka Belajar ini sekarang milik Anda." ungkap Mendikbud Ristek RI Nadiem Anwar Makarim dalam pidatonya pada hari ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia, (25/11/2021).

Pidato tersebut, pemberi semangat guru menjadi suluh peradaban Indonesia. Guru selalu bergerak dengan hati dalam mempulihkan pendidikan. 

Guru telah mampu menciptakan atmosfir penggerak bagi siswa-siswa dan lingkungannya agar dapat kembangkan diri, refleksi pikiran merdeka, berbagi dan kolaborasi secara mandiri dengan lingkungan sekitar.

Guru memiliki kematangan moral, emosi dan spiritual untuk berperilaku sesuai kode etik. Bergerak secara tulus ikhlas tanpa pamrih. 

Mendidik dengan hati, memberi wejangan ilmu pengetahuan tanpa balasan dan membantu memulihkan pendidikan dengan caranya sendiri maupun upaya - upaya positif lainnya.

Berpihak kepada murid, sala satu cara memulihkan pendidikan bagi semua guru. Guru sebagai penggerak menampilkan tutur kata yang sopan santun, refleksi, dan menyampaikan gagasan. 

Rasa kasmaran pada pendidikan yang berpihak kepada murid sangat terasa. Sehingga ketulusan, kejujuran dan keberanian tempatkan murid sebagai fokus utama paripurna adalah langkah tepat membangun sistem pendidikan yang baik.

Tekad untuk mengajak dan menggerakan sesama guru agar memiliki prinsip yang sama, pengarusutamaan murid dalam setiap keputusan sebagai pendidik. "Ada nyala baru dalam jiwa mereka. Ada sebuah tujuan dan harapan baru. Memerdekakan murid dan rekan guru lainnya."

Tentu jelas, strategi merencanakan, menjalankan, merefleksikan, mengevaluasi pembelajaran, kolaborasi, dan menggerakan seluruh potensi yang berpusat pada murid dengan melibatkan orang tua untuk mengembangkan pendidikan sekolah dan menumbuhkan kepemimpinan murid.

Mengembangkan dan bergerak memimpin dengan hati merupakan upaya mewujudkan visi pendidika  sekolah yang berpihak pada murid dan relevan dengan kebutuhan komunitas disekitar sekolah.

Guru terus bergerak tanpa batas, diharapkan menjadi katalis perubahan pendidikan. Tentu, strateginya harus dengan beberapa cara: pertama, menggerakkan komunitas belajar untuk rekan guru di sekolah dan di wilayahnya. 

Kedua, menjadi pengajar praktik bagi rekan guru lain terkait pengembangan pembelajaran di sekolah.

Ketiga, mendorong peningkatan kepemimpinan murid di sekolah. Keempat, membuka ruang diskusi positif dan ruang kolaborasi antar guru dan pemangku kepentingan di dalam dan luar sekolah untuk tingkatkan kualitas pembelajaran. Keempat, Menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong well-being ekosistem pendidikan di sekolah

Banyak guru telah bergerak dengan hati memulihkan pendidikan. Sala satunya, Siti Sulaeha, guru SDN 2 Simpang, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut terpaksa harus  mendatangi kandang domba yang ada disekitar halaman sekolah tempat Siti mengajar untuk mecari sinyal internet. Kegiatan itu, dilakukan Siti setiap mengikuti Diklat Pendidikan Guru Penggerak (PGP) yang dilakukan secara online.

Menurut Siti, jaringan internet sulit didapat alias blank spoot dan hanya ada di titik-titik tertentu saja. Salah satunya, sinyal internet yang relatif bagus ada disekitar kandang domba milik warga yang tak jauh dari sekolah tempatnya mengajar. 

Sehingga dalam mengikuti pembalajaran bisa sedikit nyaman, Siti pun membawa bangku dan kursi dari sekolah kemudian ditaruh ditengah semak belukar di area kandang domba.

Tapi, jangan ditanya soal kenyamanan karena seenak-enaknya belajar ditengah semak belukar dekat kandang domba, tentu saja banyak hambatannya. 

Selain sinyal internet yang terputus-putus, juga banyak nyamuk dan suara kambing yang mengganggu konsentrasi pendengaran. Tapi saya menerima dengan ikhlas dengan keadaan seperti ini.

Motivasi guru secara umum, ingin melakukan perubahan baik dimulai dari diri, ruang kelas, rekan sejawat, dan sekolah yang utamakan pembelajaran yang berpihak pada murid. 

Aktivitas guru, bukan dilakukan satu dua hari, atau satu dua bulan akan tetapi dilakukan selama puluhan tahun bergelut dengan situasi, lingkungan dan keadaan infrastruktur minim. Namun, guru tetap menjadi pendidik terdepan dan bergerak secara tulus ikhlas.

Guru telah bergerak dalam kembangkan sekolah melalui berbagai program yang berpihak pada murid, diantaranya: pertama, menanamkan kebiasaan positif menjadi budaya positif di sekolah, seperti kegiatan shalat duha, kumandang dzikir; Kedua, gerakan Literasi Membaca dan Keterampilan Berbicara menggunakan Bahasa Indonesia; Ketiga, menjalin kerjasama dengan fihak terkait untuk kemajuan sekolah; Keempat, mewujudkan visi pendidikan sekolah.

Mudah - mudahan kinerja dan perjuangan guru menggerakan dan bergerak menuju Merdeka Belajar demi terwujudnya Profil Pelajar Pancasila diberi kelancaran. Terimakasih Guru. 

Salam Guru: Penggerak dan Bergerak untuk Indonesia Maju.

Penulis : Suten Sumarten

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *