- Advertisement -

NASIONAL

OPINI

- Advertisement -

Promosikan Potensi Investasi, BP Batam Ikut Serta Pameran Bali ITT Expo

By On Mei 26, 2023

 

Kepala Biro Humas, Promosi, dan Protokol BP Batam, Ariatuty Sirait 
BALI, SOROTTUNTAS.COM - Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) ikut serta dalam Pameran Investment, Trade, and Tourism (ITT) Bali Expo 2023 yang dilaksanakan pada Kamis (25/5/2023) di Atrium Level 21 Mall Denpasar


Kegiatan bertajuk “Pameran Produk Unggulan Perdagangan Perikanan, Pariwisata, dan Investasi” ini dilaksanakan selama 6 hari, mulai tanggal 25-28 Mei 2023. 


Pameran diikuti oleh 16 lembaga pemerintah dan privat dari berbagai Kabupaten/Kota di Indonesia, mulai dari Langkat, Batam, Tanjung Balai Karimun, Sumedang, Surabaya, Makassar, dan lainnya. 


Pameran ini dibuka secara resmi oleh Sekretaris Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bali, I Ketut Meniarta. 


Secara terbuka, Meniarta juga menyampaikan antusiasmenya terkait rencana benchmark dan kerja sama pengelolaan kawasan investasi bersama BP Batam.  


“Ada beberapa daerah di Provinsi Bali yang saya rasa metode dan strategi pengembangannya bisa kita adopsi dari BP Batam. Akan saya diskusikan dengan pimpinan untuk Rencana studi bandingnya,” ujarnya antusias. 


Selain itu, Direktur PT. Panca Wira Kreasindo, sekaligus Ketua Panitia, Muhammad Endra Runy berkesempatan untuk menjelaskan secara singkat keunggulan kawasan Free Trade Zone (FTZ) yang dimiliki Batam.


Ia juga dengan hangat mengajak para peserta pameran dan pengunjung mall agar berkunjung ke booth BP Batam untuk mengetahui lebih lanjut perihal proses perizinan dan fasilitas pendukung investasi di Kota Batam. 


”Batam terkenal dengan potensi investasinya karena lokasi yang strategis dan didukung fasilitas di kawasan FTZ. Semoga kegiatan ini melahirkan kerja sama yang baik untuk Batam,” harapnya. 


Kepala Kantor Perwakilan BP Batam di Jakarta, Purnomo Andiantono menyatakan harapannya agar keistimewaan investasi Kota Batam semakin dikenal para pengusaha asing yang berdomisili di Bali. 


“Semoga kegiatan ini dapat meningkatkan awareness para pengunjung tentang potensi investasi di Kota Batam,” harapnya. 


Senada dengan Andiantono, Kepala Biro Humas, Promosi, dan Protokol BP Batam, Ariatuty Sirait menyatakan apresiasinya atas antusiasme dari pihak penyelenggara. 


Menurutnya, pameran ini merupakan sarana yang tepat untuk memasarkan potensi investasi dan peluang usaha Kota Batam, mengingat Bali merupakan provinsi dengan kunjungan wisatawan mancanegara serta dunia usaha yg cukup tinggi. 


“Tahun lalu kita ikuti di Jogja dan tahun ini di Bali. Harapan kita dengan pameran ini dapat memberikan promosi yg positif bagi industri, investasi serta pariwisata Batam, terutama bagi pengunjung asing, lokal maupun nasional yg melihat pameran ini,” ujarnya.  


“Kami juga ingin menjadikan pameran ini sebagai pemantik rasa ingin tahu para pengunjung tentang kemajuan Kota Batam, sehingga timbul keinginan untuk mengunjungi agar melihat langsung pertumbuhan yang signifikan di Kota Batam,” pungkasnya. 

Dekarbonisasi Industri Harus Melibatkan Seluruh Rantai Nilai Perusahaan

By On November 17, 2022

 

Diskusi tentang “Indonesia Net Zero Summit 2022: Decarbonization at All Cost” yang diadakan pada Jumat, 11 November 2022 lalu di Bali.

BALI, SOROTTUNTAS.COM - Dekarbonisasi industri tidak dapat terlaksana tanpa adanya kerja sama dan kolaborasi antara perusahaan dan seluruh rantai nilainya. Hal tersebut dinyatakan dalam sesi diskusi Decarbonizing the Value Chain, yang merupakan bagian dari rangkaian acara “Indonesia Net Zero Summit 2022: Decarbonization at All Cost” yang diadakan pada Jumat, 11 November 2022 lalu di Bali.


Globalisasi telah membuka peluang kerja sama lintas perusahaan yang berada di wilayah yang berbeda. Saat ini kerja sama lintas perusahaan lintas benua merupakan sebuah kelaziman dan keniscayaan; perusahaan pemegang merek, atau perusahaan prinsipal kelas dunia bekerja sama dengan perusahaan supplier di negara-negara lain. Pola bisnis dan perdagangan era globalisasi ini menimbulkan tantangannya tersendiri dalam agenda dekarbonisasi perusahaan. Standar kepatuhan yang berbeda-beda antar perusahaan penjual (seller) dengan pembeli (buyer) juga memberikan tantangan besar. Padahal, mengacu pada standar global Science Based Target Initiatives (SBTi), setiap perusahaan dituntut untuk melakukan dekarbonisasi sampai ke tingkat rantai nilai.


Faktanya, tidak ada satu pun entitas perusahaan yang dapat mendekarbonisasikan rantai nilai produknya sendiri-sendiri, secara terpisah. Ini karena produk yang dihasilkan melewati rantai nilai yang terhubung secara global dan melibatkan berbagai entitas. Upaya dekarbonisasi produk berarti dekarbonisasi di sepanjang rantai nilainya yang melibatkan banyak pelaku dengan standar dan kapabilitas yang berbeda-beda. 


Menurut data WRI, 75% dari emisi gas rumah kaca global dihasilkan dari sektor perusahaan swasta, tetapi hanya 25% dari perusahaan swasta yang melakukan pengukuran dan menetapkan target penurunan mengikuti kerangka Science Based Target Initiatives (SBTI) emisi mereka.


*Data dan informasi emisi untuk mendukung dekarbonisasi*

Dalam sesi diskusi yang menampilkan perwakilan dari sektor Fast Moving Consumer Goods atau FMCG (PT Nestlé Indonesia), sektor industri kimia (PT BASF Indonesia), dan fashion (H&M Indonesia), panelis menyatakan pentingnya memiliki data dan informasi terkait emisi, bagaimana perusahaan dapat mengumpulkan data emisi mereka yang diperlukan sebagai langkah awal untuk merencanakan peta jalan penurunan emisi di perusahaan dan rantai nilai masing-masing.


PT Nestlé Indonesia sebagai salah satu pemain FMCG terbesar di dunia dan di Indonesia mengungkapkan bahwa 95% dari emisi yang dihasilkan berasal dari scope 3, atau di tingkatan pemasok atau rantai nilai. Nestlé bekerja sama dengan banyak pemasok supplier di tingkat lokal maupun global, sehingga rantai nilai memiliki peran dalam upaya perusahaan dalam menurunkan emisi karbonnya. Untuk mencapai target Net Zero di rantai nilainya Nestlé menetapkan 4 area fokus utama yang menjadi pilar untuk menuju target nol emisi, yaitu : carbon reduction, sustainable packaging, caring for water, sustainable sourcing.


Prawitya Soemadijo, Sustainability Director PT Nestlé Indonesia menegaskan, "Nestlé menerapkan lifecycle approach menyeluruh untuk mengetahui jejak emisi karbon dari setiap produknya, dan tentunya hal ini memerlukan keterlibatan banyak pihak untuk bekerja sama".


Agus Ciputra, Presiden Direktur PT BASF Indonesia mengatakan sulitnya pemetaan emisi di seluruh rantai nilai. “Tetapi itu bukanlah hal yang tidak mungkin,” kata Agus. 


Faktanya, PT BASF Indonesia telah bekerja dan menjadi perusahaan kimia pertama yang mengumumkan emisi dari sekitar 45 ribu jenis produk yang mereka hasilkan. Hal ini akan mendukung ketersediaan informasi bagi para klien BASF, karena sebagai pemasok bahan kimia, emisi yang dihasilkan akan membantu para klien melakukan penghitungan emisi karbon di rantai nilai mereka masing-masing.


*Dekarbonisasi energi* 

Sektor energi memiliki subsektor yang kurang mendapatkan perhatian yang mendalam. Umumnya banyak orang hanya melihat ketenagalistrikan sebagai fokus dalam agenda transisi energi menuju Net Zero Emission, padahal energi akhir seperti energi panas juga merupakan hal yang perlu menjadi pusat perhatian dalam agenda transisi energy.


Anya Saphira, Program Stakeholder Engagement and Public Affair Lead, H&M Group Production Office Indonesia menyampaikan, "Di sektor garmen dan tekstil, energi panas menjadi hal yang penting. Di Indonesia ini masih berasal dari bahan bakar fosil.” 


Jika melihat faktor emisi dari sisi energi, menurut Anya, Indonesia memiliki masalah ganda (combo impact problem), dimana emisi dari bahan bakar fosil berasal dari listrik yang digunakan dalam proses produksi, dan juga on-site heat generation. Anya berpendapat bahwa perlu bantuan dan perhatian dari pengambil kebijakan dan berbagai pemangku kepentingan untuk membuat solusi lokal terkait masalah ini.


Seperti kedua perusahaan lainnya, emisi karbon terbesar H&M berada di rantai nilai, terutama di tahap material production, fabric manufacturing dan dyeing, serta washing. H&M bekerja sama dengan para pemasoknya untuk bersama-sama memecahkan masalah lingkungan hidup dan dampak sosial dalam rantai nilai perusahaan.

Anya menambahkan, terbiasa menggunakan bahan bakar fosil bukan berarti tidak bisa mencari alternatif untuk beralih dan menurunkan emisi. Biomassa memiliki potensi yang cukup besar untuk menjadi solusi dari permasalahan energi, karena banyak limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti dari bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi panas. Tetapi tetap perlu kebijakan yang jelas untuk memastikan ketersediaan bahan baku alternatif yang berkelanjutan.


Dalam setahun terakhir ini, KADIN Net Zero Hub sudah bekerja sama dengan WRI, CDP, dan UNDP untuk bersama-sama mencoba mencari solusi iklim dari emisi yang ada di rantai nilai masing-masing perusahaan.

Pada akhirnya, upaya dekarbonisasi industri bukanlah hal yang dapat dilakukan sendirian. Perlu kooperasi dan kolaborasi dari seluruh sektor industri untuk memetakan scope 1, scope 2 dan scope 3, tidak hanya dalam menghitung jumlah emisi, tetapi juga berbagi pembelajaran dari upaya masing-masing dalam melakukan pengurangan emisi.(*)

Hari Pertama Puncak KTT G20, PLN Pastikan Pasokan Listrik Aman

By On November 17, 2022

Posko monitoring kelistrikan di Nusa Dua, Unit Pelaksana Pengatur Beban Bali.

BALI, SOROTTUNTAS.COM - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) resmi membuka Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di The Apurva Kempinski, Nusa Dua, Bali, Selasa (15/11). Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo memastikan seluruh infrastruktur kelistrikan hingga personel telah bersiaga untuk memastikan kelancaran acara yang dihadiri para pemimpin negara anggota G20 ini dengan menghadirkan listrik tanpa kedip.


Darmawan pun memimpin langsung siaga kelistrikan dengan menyisir posko kelistrikan di posko monitoring kelistrikan di Nusa Dua, Unit Pelaksana Pengatur Beban Bali, Unit Pelaksana Pengatur Distribusi Bali, Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Gas (PLTDG) Pesanggaran, hingga Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) ITDC I Nusa Dua. 


Dari hasil pantauan di lapangan, Darmawan menjelaskan beban puncak kelistrikan Bali saat pembukaan KTT G20 terjadi pada sekitar pukul 11.25 sebesar 833 MW.


"Dengan daya mampu listrik kami mencapai 1.422 megawatt, kami pastikan pasokan listrik guna mendukung puncak KTT G20 dalam kondisi aman, termasuk kebutuhan energi primernya seperti gas, batu bara dan juga BBM-nya itu aman," ucapnya saat meninjau posko di Nusa Dua, Selasa (15/11/2022).


Selain itu, Darmawan juga memastikan layanan bagi ratusan kendaraan listrik dari para delegasi dan peserta KTT G20 berjalan lancar. Tercatat, SPKLU yang digunakan saat ini sudah terpakai 35 persen dari total yang disediakan. 


"Melalui kerja sama dengan Paspampres, kami bersyukur alur pengisian daya kendaraan listrik dapat berjalan lancar," ucap Darmawan. 


Seperti diketahui, ada sekitar 66 SPKLU yang disiapkan PLN dan tersebar di beberapa lokasi seperti  ITDC 1 dan 2, serta di Apurva Kempinski. Selain itu, terdapat 200 _home charging_ yang siap melayani kendaraan listrik.


Darmawan juga memastikan seluruh petugas PLN akan terus melakukan siaga untuk menjaga pasokan listrik hingga gelaran KTT G20 selesai. 


Sekilas Tentang PLN

_PT PLN (Persero) adalah BUMN kelistrikan yang terus berkomitmen dan berinovasi menjalankan misi besar menerangi dan menggerakkan negeri. Memiliki visi menjadi perusahaan listrik terkemuka se-Asia Tenggara, PLN bergerak menjadi pilihan nomor 1 pelanggan untuk Solusi Energi. PLN mengusung agenda Transformasi dengan aspirasi Green, Lean, Innovative, dan Customer Focused demi menghadirkan listrik untuk Kehidupan yang Lebih Baik. PLN dapat dihubungi melalui aplikasi PLN Mobile yang tersedia di PlayStore atau AppStore._

Liberalisasi Laut: Mall Ikan For Sale, Kuota Discount

By On November 26, 2021

Rusdianto Samawa, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)

BALI, SOROTTUNTAS.COM - Jejak Neoliberalisme di Indonesia dimulai saat pemerintahan Orde Baru, Maret 1966. Membaiknya hubungan politik Indonesia dengan negara-negara lain disertai masuknya arus modal asing ke Indonesia. Sejak itu, Penanaman Modal Asing (PMA) dan utang luar negeri mulai meningkat.

Sekarang pun, hutang sudah capai ribuan triliun. Pakai apa bayarnya? Jalan terbaik terakhir agar bisa bayar, lelang laut beserta isinya ke asing dengan sistem kenaikan PNBP melalui mekanisme Kuota tangkap ikan zona industri dengan mobilisasi kapal asing untuk menarik PNBP lebih besar.

Tentu, kapal besar, PNBP besar sistem kuota, pasca bayar dan pasca produksi. 

Makanya target penarikan PNBP 281 triliun setiap tahun. Pola lelang kouta tangkap zona industri ini lebih besar targetnya untuk mengejar kegagalan kenaikan PNBP selama ini yang hanya 900 miliyar setiap tahun.

Laut di bidik untuk dikeruk melalui sistem kuota, pasca bayar, dan pasca produksi ditempat pendaratan ikan. 

Semua muaranya menaikan PNBP untuk bayar utang. Regulasinya terdapat dalam Peraturan Pemerintah No 85 tahun 2021 tentang Kenaikan Tarif Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). 

Kini regulasi tersebut, diterbitkan regulasi turunan untuk backup sistem: kuota dan pasca bayar.

Kebijakan berbasis kuota, merupakan jejak-jejak liberalisasi wilayah laut. 

Terbuka dan bebasnya laut Indonesia untuk dieksploitasi adalah agenda yang sudah lama dinantikan. 

Alasan paling baik agar agenda liberalisasi berjalan yakni penangkapan ikan terukur.

Bahkan, penerapan pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pasca produksi dianggap langkah reformasi yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hal ini, sangat bahaya.

Siapa yang menjamin kapal asing itu tangkap ikan sesuai kuota? Lalu, siapa yang bertanggungjawab perbaiki tata kelola perikanan nasional yang sedemikian rusak? 

Mereka selalu bermental bela diri atas kebijakan yang salah arah dengan ucapan - ucapan pemberi harapan. Kata-katanya merasuk: "ini kebijakan lebih baik dan berkelanjutan menuju ekonomi biru."

Melalui mekanisme PNBP pasca bayar, pasca produksi dan sistem kuota cara kerja mental menjajah diri sendiri. Alih-alih harapkan keadilan, pemerataan ekonomi, keberlanjutan sumber daya. 

Bahkan ke depan ambruk, karena sistem kuota dengan ribuan kapal tangkap ikan di laut Indonesia. Ditambah waktu kontrak sistem kuota sekitar 20 tahun.

Ibarat pegadaian dan Mall-Mall. Penuh diskon. Di pegadaian, bahan baku emas dari gunung Indonesia. 

Lalu diolah dan dipercantik jadi cincin, kalung, anting dan barang antik lainnya. 

Kemudian, distribusi ke mall-mall maupun pasar-pasar modern. Yang mengeruk dan mengolah tambang-tambang asing. 

Begitu pun laut, seperti investasi mall-mall dikota besar. Semua lapak dari Indonesia. Isinya barang impor.

Negara dan pemerintah hanya kebagian pajak dari hasil pembelian rakyat. 

Kebetulan rakyatnya, terpaksa menyukai barang impor karena pilihan tidak ada. 

Barang yang dijual tak lagi berasal dari hasil UMKM dan ekonomi kreatif anak negeri sendiri.

Begitu juga, logika penangkapan ikan sistem kuota, pasca bayar dan pasca produksi. 

Pemerintah hanya kebagian non pajak pendapatan. Hitungannya masing - masing jenis ikan. 

Paling mengerikan pengusaha perikanan pribumi sendiri mati ditengah lumbung lautnya. 

Mengapa? karena sistem kuota, pasca bayar dan pasca produksi bersyarat perbesar gross ton kapal. 

Pengusaha perikanan Indonesia belum ada yang mampu menambah syarat gross ton kapal dari 1000 GT hingga 5000 GT. 

Kekuatan pengusaha lokal hanya sampai 300gross ton kapal. Bukan perkara mudah menaikkan gross ton kapal hingga 5000 gross ton. 

Butuh biaya ratusan miliyar. Akhirnya, pengusaha lokal tak lagi ada kesempatan untuk bermitra dan berusaha di bidang kelautan dan perikanan.

Jalan mulus liberalisasi kelautan dan perikanan melalui pelaksanaan pemungutan PNBP sistem kuota, pasca bayar dan pasca produksi berdasarkan implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

Laut Indonesia, akan dipenuhi investasi tanpa batas dan kontrol. Laut Indonesia semakin menarik dan lahan subur untuk dikeruk.

Memang menarik, sistem kuota pasca bayar diberlakukan PNBP dibayarkan sebelum lakukan penangkapan ikan, sehingga pelaku usaha terbebani. 

Lalu, sistem pasca produksi diberlakukan bayar PNBP setelah melaut. Namun, langkah kebijakan ini tidak memenuhi rasa keadilan. 

Kalau PNBP naik tapi nelayan tidak sejahtera ya percuma. Peningkatan ini harus diiringi juga dengan peningkatan produktivitas dan pendapatan nelayan. 

Apalagi, fasilitas pelabuhan perikanan belum terpenuhi, kok sudah dipastikan ada keadilan. 

Penangkapan ikan terukur ini ditetapkan dalam WPPNRI dan laut lepas. Sebagaimana yang telah tertuang di dalam rencana zonasi pesisir dan laut.

Zona industri penangkapan ikan terukur ada kategori berdasarkan WPPNRI pelabuhannya, pertama; Zona Industri Penangkapan Ikan (Fishing Industry) meliputi wilayah kode 01 Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia WPPNRI 711 Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Natuna Utara.

Untuk pelabuhan pangkalan penangkapan ikan terukur pada Zona Industri Penangkapan Ikan meliputi wilayah kode 01, terdiri dari: 1) Pelabuhan Perikanan Swasta Barelang Batam Kepri; 2) Pelabuhan Perikanan Selat Lampa Natuna Kepri; dan 3) Pelabuhan Pangkalan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Kemudian Zona Industri Penangkapan Ikan wilayah kode 02 meliputi WPPNRI 716 Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera, WPPNRI 717 Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik, dan Laut Lepas Samudera Pasifik.

Pelabuhannya terdiri dari: 1) Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung Sulawesi Utara; 2) Pelabuhan Perikanan Biak Papua; 3) Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate Maluku Utara; 4) Pelabuhan Perikanan Pantai Sorong Papua; 5) Pelabuhan Perikanan Mansapa Nunukan Kalimantan Utara; dan 6) Pelabuhan Pangkalan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Zona Industri Penangkapan Ikan wilayah kode 03 meliputi WPPNRI 715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau dan WPPNRI 718 Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur.

Pelabuhannya terdiri dari: 1) Pelabuhan Perikanan Ambon New Port Maluku; 2) Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual Maluku; 3) Pelabuhan Perikanan Nusantara Merauke Papua; 4) Pelabuhan Perikanan Poumako Mimika, Papua; 5) Pelabuhan Perikanan Benjina Kepulauan Aru Maluku; 6) Pelabuhan Perikanan Pantai Sorong Papua; dan 7) Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari Sulawesi Tenggara; 8) Pelabuhan Perikanan Ukularan Kepulauan Tanibar Maluku; dan 9) Pelabuhan Pangkalan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Selanjutnya Zona Industri Penangkapan Ikan wilayah kode 04, meliputi WPPNRI 572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda, WPPNRI 573 Samudera Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat, dan laut lepas Samudera Hindia, diatas 12 (dua belas) mil laut. 

Pelabuhannya terdiri dari: 1) Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus Padang Sumatera Barat; 2) Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Utara; 3) Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhan Ratu Sukabumi Jawa Barat; 4) Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap Jawa Tengah; 5) Pelabuhan Perikanan Bolok, Kupang NTT; 6) Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan Negara Bali; dan 7) Pelabuhan Pangkalan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Kedua, Zona Nelayan Lokal Setempat meliputi wilayah WPPNRI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman, WPPNRI 712 Laut Jawa, dan Wapres 713 Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali. Ketiga; Zona Pemijahan dan Pengasuhan Ikan (Spawning and Nursery Grounds) terdiri dari WPPNRI 714 Teluk Tolo dan Laut Banda.

Pelabuhan Pangkalannya untuk Zona Nelayan lokal setempat dan Zona Pemijahan dan daerah Pengasuhan Ikan (Spawning and Nursery Grounds) ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Liberalisasi Laut, Ikan For Sale, Kuota Discount

Coba amati regulasi wilayah Zona industri penangkapan ikan terukur berdasarkan WPPNRI dan pelabuhannya, merupakan porsi paling luas seluruh Indonesia. Kapal-kapal besar asing berukuran 1000 - 5000 gross ton akan menjejal balapan tangkap ikan di wilayah WPPNRI yang sudah ditentukan ini.

Luar biasa mental penjajahan dimasa depan. Laut jadi sirkuit internasional fishing. 

Investor balapan nangkap ikan di Indonesia, dapat kuota Discount dan harus capai target. Jadi investor bakal balapan di sea sirkuit internasional Indonesia.

Sementara untuk nelayan lokal setempat dan pemijahan ikan hanya dapat empat WPPNRI. Dibandingkan Zona industri penangkapan ikan terdiri empat zona WPPNRI dan pelabuhannya sejumlah 29 pelabuhan pendaratan ikannya. 

Luar biasa, investasi kapal asing dapat karpet merah di laut Indonesia.

Kebijakan seperti ini, disepakati untuk menguras, mengeruk dan menjajal kelautan dan perikanan. 

Hal ini masih mobilisasi kapal besar dari asing. Belum lagi, soal distribusi BBM yang dibutuhkan. Mestinya, kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan bukan ada mobilisasi investasi. 

Namun, yang harus dilakukan yakni modernisasi alat tangkap nelayan lokal untuk menopang industri perikanan nasional.

Bobroknya kebijakan kelautan dan perikanan saat ini membuat Indonesia dijerat kegagalan berkembang, baik aspek nelayan tangkap, budidaya maupun Industri Perikanan. 

Konsekuensi atas kebijakan seperti itu ialah lahan subur market investasi asing mengeruk ikan hingga monopoli harga secara bebas itu terjadi tanpa kontrol. 

Liberalisasi market ikan bersistem kuota Discount pasca bayar dan pasca produsi diberbagai tingkat memicu krisis ekonomi perikanan, ditambah adanya proteksi regulasi (Peraturan Menteri) yang melanda perikanan membuat duka pengangguran, kemiskinan, terbuka semua. Kapan nelayan dan masyarakat pesisir sejahtera?

Akibatnya ke depan, Indonesia alami krisis dan resesi ekonomi kelautan dan perikanan sehingga perusahaan perikanan nasional bisa tutup karena kalah saing dengan perusahaan asing yang mendapat Kouta discount tangkap ikan dengan kapal-kapal besar.

Mestinya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, tidak memakai sistem tersebut. 

Seharusnya membangkitkan sekitar 500 koperasi perikanan yang sudah tutup sejak 2017 lalu. 

Untuk merestrukturisasi koperasi -koperasi perikanan itu, pemerintah hanya perlu evaluasi kebijakan atas regulasi sebelumnya yang selama ini mematikan seluruh usaha bersama di sektor kelautan dan perikanan.

Munculnya kesenjangan ekonomi perikanan merupakan dampak dari kebijakan pembangunan ekonomi perikanan yang bercorak liberalis. 

Yang paling menyakitkan adalah terjadinya kesenjangan antar nelayan, pembudidaya, petani laut yang luar biasa. 

Pada masa-masa ini, ketimpangan ekonomi perikanan dan industrinya sudah sangat mencolok.

Keadaannya telah mengalami banyak perubahan kearah lebih mengkhawatirkan. 

Fenomena yang paling mencolok adalah kekuatan oligarki laut pengumpul modal dengan cara berhutang atas nama negara.

Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerja untuk kumpulkan modal dari rentenir asing berbasis laut. 

Itulah sebabnya, kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan banyak program lebih memenuhi kepentingan asing, ketimbang nelayan yang berada di desa-desa pesisir.

Penulis: Rusdianto Samawa, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)

Tugas Penting Pemerintah Tingkatkan Kesejahteraan Nelayan, Bukan Menuduh Nelayan Kompresor Snorkel Memakai Sianida

By On November 25, 2021

Rusdianto Samawa, Front Nelayan Indonesia (FNI)

BALI, SOROTTUNTAS.COM - Dampak perang urat saraf antara kelompok lingkungan dan kelompok kesejahteraan sosial ekonomi di seluruh dunia, membuat peta konflik baru di wilayah pesisir. 

Terutama masyarakat Bajo dan Bugis sasaran amukan hukum tanpa peradilan yang adil. Kajian peradilan hukum hanya sebatas lingkungan dan sebab akibat kerusakannya yang dilakukan oleh kompresor dan diving snorkeling. 

Memang berat perjuangan hidup nelayan sehingga tidak sejahtera - sejahtera."

Status Indonesia sebagai negara maritim tampaknya tidak menjamin nelayan hidup dengan makmur. 

Sebuah riset terbaru, menganalisis data Survey Sosio Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2017 menunjukkan nelayan sebagai salah satu profesi paling miskin di Indonesia. Sebanyak 11,34% orang di sektor perikanan tergolong miskin, lebih tinggi dibandingkan sektor pelayanan restoran (5,56%), konstruksi bangunan (9,86%), serta pengelolaan sampah (9,62%).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya penurunan jumlah rumah tangga perikanan tangkap secara drastis dari 2 juta di tahun 2000 menjadi 966 ribu di tahun 2016. 

Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tapi seluruh dunia.

Pada tahun 2016, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) melaporkan jumlah pekerja perikanan tangkap terus menurun. Jumlah nelayan di Eropa berkurang dari 779 ribu menjadi 413 ribu selama tahun 2000-2014. Tren serupa juga terjadi di Amerika Utara dan Oceania.

Penyebabnya adalah kebijakan yang membatasi penangkapan ikan berlebih (overfishing), serta kemajuan teknologi perikanan yang menggantikan peran nelayan. 

Beberapa akademisi berpendapat bahwa pendapatan yang rendah, ditambah dengan tantangan cuaca ekstrem di laut dan jarak yang jauh dari keluarga dalam waktu yang lama membuat nelayan menjadi profesi yang tidak menarik secara global.

Namun, penelitian lain yang saya lakukan pada tahun 2018 justru menemukan bahwa hal tersebut tidak berlaku bagi nelayan di Indonesia. 

Di tengah pendapatan rendah dan ketidakpastian tangkapan ikan, nelayan di Indonesia justru lebih bahagia dibandingkan profesi lain di bidang pertanian.

Beberapa tahun lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan Destructive Fishing Practices (DFP) sebagai cara penangkapan ikan yang ilegal dan sangat berbahaya. 

Kampanye ini ditujukan langsung kepada nelayan penyelam; kompresor dan snorkeling. Kampanye tuduhan Destructive Fishing ini membuat nelayan banyak tertangkap dan rekayasa penangkapan. Berakibat pada pemiskinan keluarga nelayan.

Dari banyaknya populasi nelayan penyelam, pemerintah seolah-olah menutup mata atas kegiatan nelayan penyelam yang selama ini juga menghidupi keluarganya. 

Pemerintah, bahasa halusnya menyayangkan masih banyak nelayan yang menggunakan cara Destructive Fishing yang dilakukan nelayan penyelam; kompresor dan snorkeling untuk menangkap ikan, misalnya di Kawasan Takabonerate, Jinato, Makassar, Bone, Sailus Pangkep, Pulau Podang, Pulau Bonto, dan Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan.

Sementara yang lain, Pulau Bungin, Pulau Kaung, Pulau Moyo, Pulau Medang, Pulau Panjang, Teluk Waworada, Labuhan Terujung, Labuhan Jambu, Labuhan Pisang, Pulau Bajo, Pulau Tambora, Pulau Sangiang, Pulau Kaneke, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Tambah lagi Berau, Pontianak, Kepulauan Riau, Kepulauan Kalimantan, Bangka Belitung, hingga Pulau Sumatera serta lainnya.

Bahkan, nelayan penyelam menyebar ke seluruh dunia diantaranya Australia, Norwegia, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, China, Amerika hingga negara-negara Asia Tenggara. Populasi nelayan penyelam seluruh dunia puluhan juta Kepala Keluarga yang menggunakan kompresor dan diving snorkeling.

Kalau sanksi negatif atas tuduhan bius dan sianida di seluruh wilayah ditujukan kepada nelayan kompresor. 

Maka, tentu sangat merugikan sekali masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan penyelam kompresor dan snorkeling. Mengenai tuduhan kepada penyelam yang andalkan alat bantu pernapasan dari selang yang terhubung mesin kompresor. 

Kemudian di dasar laut, nelayan menyuntikkan cairan bius berupa zat potasium sianida ke jenis ikan karang seperti ikan napoleon dan kerapu, agar ikan lemas dan mudah ditangkap. 

Hal ini di satu sisi ada benarnya dan sisi lain ada salahnya. Kesalahan tuduhan itu, tentu tidak berdasarkan kajian ilmiah hanya bersifat subjektif atas pertanyaan-pertanyaan yang ada selama ini.

Kalau pertanyaan investigasi ditanyakan kepada kelompok lingkungan, maka memberi jawaban bersifat negatif justifikasi kepada nelayan penyelam; kompresor dan snorkeling. Selama ini penggunaan mesin kompresor sebagai alat bantu pernapasan oleh para nelayan penyelam tidak dibenarkan. 

Alasan ilkiahnya karena kesehatan terganggu akibat efek negatif, seperti lumpuh, tuli hingga meninggal dunia.

Tentu, nelayan kompresor dan snorkeling juga harus menyadari bahwa perlu ada mekanisme pemahaman tentang keselamatan lingkungan, tidak hanya mengejar sosial ekonomi. Lebih penting adalah keselamatan dan kesehatan.

Harus diakui pula, semua penyelaman sudah pasti merasakan hal-hal dampak negatif terhadap kesehatan. 

Maka, nelayan penyelam mengajukan hipotesis kepada pemerintah agar ada regulasi Ceamber yang berbasis di seluruh Rumah Sakit untuk melayani pemulihan kesehatan bagi nelayan penyelam.

Artinya, praktik penyelaman menggunakan kompresor yang dikatakan berisiko sangat tinggi itu, mestinya bisa diatur melalui regulasi yang pro pada kehidupan nelayan sehingga tidak tercerabutnya hak-hak kesejahteraan. 

Lagi pula, regulasi antisipasi kesehatan nelayan bisa dilakukan untuk menghindari kelumpuhan, dekompresi, ketulian dan berbagai hal lain.

Tetapi ironisnya, pemerintah sudah mengetahui dampak buruk tersebut. Namun, masih dianggap sebelah mata oleh pemerintah. 

Hanya saja, cara penanganannya dengan melarang total. Bukankah setiap masalah ada jalan keluarnya? kalau dihitung populasi nelayan penyelam: kompresor dan snorkeling, mestinya pemerintah mengaturnya dengan regulasi yang pertimbangkan sosial ekonomi kesejahteraan.

Regulasi Ini menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat bagi pemerintah untuk mencari format baru dalam regulasi sehingga tidak menimbulkan kekacauan ditengah masyarakat pesisir. 

Dengan begitu, skema regulasi yang berkeadilan dan memberdayakan nelayan penyelam, jelas akan tingkatkan pemanfaatan sumber daya laut yang baik pula, yang dijamin oleh regulasi pengawasan yang ketat.

Perlu juga, pemerintah pertimbangkan akan kontribusi besar nelayan penyelam; kompresor dan snorkeling terhadap kegiatan penangkapan untuk pasokan pangan sekitar 17 persen itu. 

Termasuk di dalamnya kontribusi nelayan penyelam. Apalagi, berkontribusi pada pengurangan angka kemiskinan nasional hingga 25 persen.

Berdasarkan kajian Badan Pusat Statistik (2020) bahwa; produksi ikan mencakup semua hasil penangkapan yang ditangkap dari sumber perikanan alami, baik yang diusahakan oleh perusahaan perikanan maupun rumah tangga perikanan.

Produksi yang dicatat tidak hanya yang dijual saja tetapi termasuk juga yang dikonsumsi oleh rumah tangga atau yang diberikan kepada nelayan/pekerja sebagai upah. 

Tidak termasuk ikan yang diperoleh dalam rangka olah raga atau rekreasi, juga ikan yang dibuang kembali ke laut setelah ditangkap atau ikan yang dibuang karena terkena racun, pencemaran, atau penyakit.

Volume produksi dihitung dalam bentuk berat basah ikan hasil tangkapan. Kajian BPS ini membenarkan posisi nelayan penyelam; kompresor dan snorkeling, yang selama ini dituduh menggunakan alat pernafasan yang bisa merusak dan alat bius. 

Padahal, BPS sudah ungkapkan bahwa; penangkapan ikan adalah kegiatan menangkap atau mengumpulkan ikan yang hidup di laut atau perairan umum secara bebas dan bukan milik pereorang. 

Hasil Sensus Penduduk (SP2020) pada September 2020 mencatat jumlah penduduk sebesar 270,20 juta jiwa. Data BPS menunjukkan adanya penurunan jumlah rumah tangga perikanan tangkap secara drastis dari 2 juta di tahun 2000 menjadi 966 ribu di tahun 2016.

Pertimbangan Pemerintah: Penting Tingkatkan Kesejahteraan

Menurut Prof. Suzy Anna, et al. (2018), dari Faculty of Fisheries and Marine Science, Universitas Padjadjaran, bahwa dalam penelitian, melakukan analisis statistik terhadap status kesejahteraan nelayan yang diwakili oleh data sosioekonomi dari Survei Kehidupan Keluarga Indonesia (IFLS) tahun 2012 dan 2015.

Selain data ekonomi dan demografi, di dalamnya juga terdapat survey terbuka kepada nelayan untuk menanyakan seberapa bahagia mereka saat ini, 5 tahun lalu, dan 5 tahun mendatang. Contoh pertanyaan survei kesejahteraan subjektif yang ada di dalam IFLS.

Meskipun nelayan termasuk salah satu pekerjaan paling rentan dan belum ada bukti kuat bahwa nelayan memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih rendah dibandingkan profesi lainnya. 

Terdapat banyak aspek yang lebih berkorelasi terhadap kebahagiaan ketimbang sekadar status sebagai nelayan, yakni level pendidikan, status pernikahan, dan kondisi kesehatan.

Salah satu hal yang bisa dijelaskan adalah karakter pekerjaan nelayan yang membuat mereka menikmati kehidupan alam terbuka. 

Beberapa studi yang pernah dilakukan sebelumnya menemukan bahwa aspek perikanan yang penuh dengan petualangan, kebebasan dan aktivitas di alam berperan sebagai suatu bentuk terapi bagi nelayan. Aktivitas di lautan terbuka bisa menjadi suatu bentuk terapi bagi nelayan.

Misalnya, riset dari University of Rhode Island, Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa berkelana di lautan tenang mengakibatkan nelayan di wilayah Karibia - seperti di Cuba, Haiti, dan Puerto Rico - memiliki hubungan sosial dan keadaan mental yang sangat baik. 

Studi lain dari peneliti East Carolina University, AS yang dilakukan di Puerto Rico menggambarkan bagaimana banyak mantan nelayan kembali lagi ke sektor perikanan sebagai bentuk terapi setelah bertahun-tahun dibuat penat oleh pekerjaan administratif.

Masih menurut, Prof. Suzy Anna, et al. (2018), dari Faculty of Fisheries and Marine Science, Universitas Padjadjaran, bahwa khususnya bagi nelayan Indonesia yang mempunyai bawahan, efek terapi ini bisa memiliki dampak yang lebih kuat. 

Waktu untuk menikmati alam terbuka menjadi lebih leluasa karena pekerjaannya diringankan. 

Nelayan Indonesia juga memiliki optimisme yang lebih tinggi dari profesi pertanian lain terkait keadaan ekonomi mereka 5 tahun dari sekarang. 

Faktor-faktor pemicu kebahagiaan di atas bisa jadi membuat mereka memiliki persepsi bahwa keadaan hidup nelayan tidak lebih buruk dari profesi lainnya, bahkan merupakan profesi yang nyaman untuk ditekuni hingga bertahun-tahun ke depan.

Masa depan sektor perikanan

Meski bisa memberikan kebahagiaan, data di atas menunjukkan jumlah orang yang memilih profesi sebagai nelayan semakin berkurang. 

Karena itu, pemerintah memiliki tugas penting untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan demi keberlangsungan profesi nelayan. Bukan melarang alat kompresor.

Mestinya, diberikan kesadaran akan pentingnya masa depan. Contohnya, pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan yang lebih baik terkait regulasi akses terbuka perikanan tangkap dan perlindungan terhadap nelayan penyelam: Kompresor dan Snorkeling.

Tanpa perlindungan terhadap nelayan penyelam: Kompresor dan Snorkeling dengan kapal tangkap 10 GT akan meningkatkan pendapatan nelayan. 

Apabila pemerintah tidak memperhatikan hal ini, lautan akan dieksploitasi oleh kapal-kapal besar asing sehingga mengurangi hasil tangkap nelayan tradisional.

Dukunganku dari pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan - misalnya dengan memberi asuransi untuk nelayan kecil - juga menjadi kewajiban untuk mendukung usaha yang penuh ketidakpastian ini.

Menjadi nelayan, mungkin saja hal yang membahagiakan, tapi itu tidak akan ada artinya apabila tidak ada lagi yang mau menekuni profesi ini dimasa depan. 

Karena seringnya ditangkap aparat dan bahkan jadi ATM Aparat keamanan, misalnya baru kemaren nelayan Malimbu Lombok Utara ditangkap aparat tanpa bukti apapun. Aneh memang.

Begitu pun, nelayan di Pengambengan mengalami hal yang sama, dimana pelarangan oleh aparat tanpa dasar apapun dan menjadi ancaman bagi nelayan itu sendiri. Ketika melakukan aktivitas di laut.

Penulis: Rusdianto Samawa, Front Nelayan Indonesia (FNI)

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *