- Advertisement -

NASIONAL

OPINI

- Advertisement -

PT. SHL Diduga Langgar UU Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2003

 

Kondisi lantai barak pekerja PT.SHL terlihat sangat memperhatikan.

PELALAWAN, SOROTTUNTAS.COM - Perusahaan PT. Sinar Haska Lestari (PT. SHL) yang bergerak di bidang Perkebunan Kelapa Sawit, di Kelurahan Pelalawan, dengan luas kebun diperkirakan 1000 Ha, dengan nomor izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) Nomor: KPTS.525/DISBUN/2007/77 tgl 18 Januari 2007 diduga kangkangi UU Tenaga Nomor 13 Tahun 2003.

Dugaan tersebut muncul atas laporan dari salah seorang karyawan PT. SHL yang enggan disebutkan namanya.

Kepada wartawan ia membeberkan bahwa perumahan PT. SHL tidak layak huni lagi. Pasalnya barak karyawan yang terbuat dari bahan kayu tersebut sudah lapuk dan berlubang-lubang.

Bahkan, untuk fasilitas mandi, cuci, dan kakus, pihak perusahaan hanya menyediakan tiga buah. Satu kamar mandi khusus untuk mandor dan dua untuk karyawan.

"Barak yang kami tempati tidak ada dapur maupun kamar mandinya. Kalau cuci piring langsung di ruangan. Bahkan kalau buang air besar sistim campak aja ke sawitan, dan kadang dibungkus dengan pastik," ucapnya pekerja tersebut menjelaskan, Kamis (21/04/2022).

Kondisi bangunan bagian belakang barak pekerja PT.SHL.

Tidak hanya itu, pihak perusahaan PT. SHL juga dikatakan tidak menyiapkan fasilitas Keselamatan Kerja (K3) bagi para pekerjanya.

Menanggapi hal tersebut Ketua DPD Giat Peduli Lingkungan,  Siswanto, S.Sos, mengatakan,  bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 pasal 100 ayat (3) ialah, sudah merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhi fasilitas dan kesejahteraan tenaga kerja.

Hal ini menurutnya tidak bisa dilihat hanya dari besarannya upah pekerja saja, melainkan juga dalam bentuk pemberian fasilitas, seperti fasilitas kesehatan, perumahan layak huni, rumah Ibadah, kantin, dan bentuk fasilitas penunjang lainnya.

"Karena sudah menjadi kewajiban yang seharusnya diberikan oleh perusahan atau pengusaha ini melekat pada UUD RI tahun 1945 Pasal 27 ayat (2), yang bunyinya, "setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal ini dapat diartikan bahwa tenaga kerja tidak hanya diberikan upah yang layak atas jasanya, namun juga fasilitas kesejahteraan lainnya, yang menunjang skill tenaga kerja dan memuat hubungan timbal balik yang baik antara pengusaha dan tenaga kerja. 

Sambutannya, "Jadi jika pengusaha atau perusahaan melalaikan kewajibannya kepada tenaga kerja,  maka pengusaha tersebut bisa dituntut dengan sanksi administrasi maupun sanksi pidana," ucap Siswanto memaparkan.

Sementara Manejer PT.SHL hingga berita ini dimuat belum berhasil dimintai keterangan.


Laporan: Pranseda

Editor: Hendrik Restu F 

LAINNYA,
« Prev Post
BACA BERIKUTNYA,
Next Post »

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *